Pembebasan Palestina: Umar bin Khathab Hingga Abdul Hamid II
“Kenapa kita harus meninggalkan Al Quds? Sesungguhnya dia adalah tanah kita di setiap waktu dan masa. Dan akan senantiasa demikian adanya. Dia adalah salah satu dari kota suci kita dan berada di tanah Islam. Al Quds selamanya harus berada di tangan kita.” (Sultan Abdul Hamid II)
Selama berabad-abad di bawah kekuasaan Romawi, Palestina menjadi wilayah perang, tempat pengasingan, penyerangan dan pembantaian. Setiap kali berganti penguasa, kekejaman baru segera dipertunjukkan. Memasuki abad ke tujuh, negeri ini berada dibawah kekuasaan kerajaan Persia. Tetapi hanya dalam waktu yang singkat, Romawi kembali menguasai wilayah itu. Kekejaman, kesadisan dan kezaliman penguasa terus dipertontonkan kepada rakyat Palestina.
Umar Bin Khathab Bebaskan Palestina
Misi pembebasan Palestina pertama dilakukan pada tahun 641 M atau 15 H oleh Khalifah Umar bin Khathab. Kunci kota Al Quds diserahkan oleh Batrick Safrunius kepada Umar setelah ditandatangani Perjanjian Umariyah atau Perjanjian Illiya. Di antara isi perjanjian itu menyebutkan tentang jaminan keamanan atas diri dan harta serta kebebasan beribadah bagi penduduk Alia yang beragama Nasrani. Sementara kaum Yahudi dilarang untuk tinggal di Alia. Rakyat Palestina hidup sejahtera di bawah naungan Islam. Cahaya kemulyaan Islam memancar dengan terangnya.
Perdamaian, kerukunan dan kesejahteraan ini terus berlanjut sepanjang Kekhilafahan Islam memerintah wilayah ini. Akan tetapi, di akhir abad ke-11 M, kekuatan ’penakluk’ lain dari Eropa memasuki daerah ini dan merampas tanah beradab Palestina dengan tindakan biadab dan kekejaman yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para agresor ini adalah Tentara Salib.
Shalahudin Al Ayyubi Rebut Baitul Maqdis
Perang Salib dikobarkan pertama kali oleh pimpinan Katolik Paus Urbanus II. Pada 27 November 1095 M di Dewan Clermont, lebih dari 100 ribu orang Eropa bergerak ke Palestina untuk “memerdekakan” tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan yang besar di Timur. Mereka sampai di Baitul Maqdis (Yerusalem) pada tahun 1099 M setelah melewati perjalanan panjang dan melelahkan, serta melakukan banyak perampasan dan pembantaian. Kota inipun jatuh setelah dikepung selama hampir lima pekan.
Ketika Tentara Salib masuk, mereka melakukan pembantaian yang sadis. Kaum muslimin dan kafir dzimmi dibasmi dengan pedang. Kekejaman tentara Salib itu diakui oleh salah satu anggota tentara Salib, Raymond dari Aguiles. Dalam waktu dua hari, tentara Salib membunuh sekitar 40 ribu umat Islam dengan cara yang sadis. Perdamaian dan ketertiban di Palestina, yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan.
Tentara Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Namun pemerintahan mereka berumur pendek, karena Shalahuddin Al Ayyubi berhasil menyatukan seluruh kekuatan Islam untuk mengalahkan tentara Salib. Shalahudin berhasil mengalahkan tentara Salib dalam pertempuran Hattin. Baitul Maqdis berhasil dikuasai kembali di pertengahan Rajab 583 H, bertepatan dengan 20 September 1187 M.
Dua pemimpin tentara Salib, Reynald dari Chatillon dan Raja Guy de Lusignan dibawa ke hadapan Shalahuddin. Reynald dihukum mati sebagai hukuman atas kekejamannya terhadap kaum muslimin, sedangkan Raja Guy dibiarkan pergi, karena ia tidak melakukan kekejaman yang serupa. Shalahudin merebut kembali Baitul Maqdis setelah 88 tahun lamanya dikuasai oleh tentara Salib.