SUARA PEMBACA

Pemetaan Masjid dan Pesantren, Proyek Islamofobia?

Islamofobia, Upaya Redam Ideologi Islam

Dalam tiga dasawarsa terakhir nampak geliat kebangkitan Islam di negeri-negeri muslim. Ditandai dengan tumbuhnya kesadaran kaum muslim bahwa Islam adalah ideologi sahih dari Allah dan RasulNya. Ideologi Islam tak hanya mampu memberikan keselamatan dunia akhirat, tapi mengatasi kemunduran dan keterpurukan negeri-negeri muslim. Sehingga penyuaraan syariat Islam kaffah dalam institusi politik semakin menggema.

Barat membaca dan melihat hal ini, sebagai ancaman terhadap eksistensi dan hegemoni peradaban mereka. Karena tak dipungkiri, peradaban Barat tegak berdiri karena kolonialisasi dan imperialisasi di dunia Islam. Baik dengan penguasaan sumber daya alam (SDA) secara langsung atau melalui para komprador mereka. Maupun dengan bercokolnya budaya sekulerisme-kapitalisme dalam benak kaum muslim yang dijadikan kiblat dan arah pandangan dalam mengatur kehidupan.

Harga mati bagi Barat untuk mempertahankan sekulerisme kapitalisme dalam aliran darah dan nafas kehidupan mereka dan negara ‘jajahan’. Untuk tidak membiarkan kebangkitan Islam terjadi. Maka berbagai upaya dilakukan untuk meredam kebangkitan Islam ini. Tak ada cara lain kecuali menstigmatisasi ideologi Islam dan mengeliminasi ruang gerak politik ideologi Islam.

Genderang palu pertarungan ideologi mulai ditabuh. Dipelopori dan dikumandangkan oleh Amerika Serikat (AS), sejak peristiwa 9/11/2001. Dari track record, AS dengan permainan politiknya telah mendesain Islamophobia, serta narasi terorisme radikalisme. Lantas diikuti negara Barat lainnya. Teroris dan radikalis dalam kacamata Barat adalah ideologi Islam dan kaum muslim yang memperjuangkan tegaknya institusi Islam kaffah. Semuanya diekspor ke berbagai belahan dunia dengan kekuatan opini media massa dan kucuran dana.

Alhasil Islamophobia menjadi massif. Framing dan tafsirnya copy paste dari Barat. Tak hanya masyarakat Barat yang alergi akut terhadap simbol, syiar dan syariat Islam. Tapi kaum muslim sendiri di negeri yang mayoritas muslim. Miris.

Belajar dari Dakwah Rasulullah Saw

Menghadapi itu semua, penting kiranya muslim belajar dari dakwah Rasulullah Saw. Tak hanya ta’dzib (penyiksaan) yang dilakukan oleh kafir Quraisy dalam menentang dakwah. Tapi juga dakwah (propaganda) di dalam dan luar Mekkah. Mereka sengaja melemparkan berbagai isu dan tuduhan keji pada Rasululullah, sahabat dan ajaran Islam. Mereka menuduh Rasulullah Saw sebagai dukun, orang gila, dan tukang sihir. Menuduh Islam bukan berasal dari Allah tapi Rasulullah Saw menyadurnya dari pemuda Nasrani. Menuduh Islam ajaran pemecah belah tradisi, adat istiadat dan keyakinan nenek moyang. Tujuannya tak lain untuk menyimpangkan kebenaran, menghalangi laju dakwah serta mematikan dakwah dan pengembannya.

Berhasilkah? Tidak, bahkan keimanan semakin membuncah dalam dada para sahabat. Yang masuk Islam semakin bertambah. Dakwah semakin bersinar. Karena kebenaran dakwah Rasululullah tak bisa dinafikkan oleh rang-orang yang haus pada fitrahnya. Mereka mencari dan menemukan mata air iman itu pada wahyu Allah, yang nampak pada lisan dan perbuatan Rasulullah dan para shahabat.

Jadi narasi teroris radikalis adalah usaha orang kafir dan munafik untuk memadamkan cahaya agama Allah melalui lisan-lisan mereka. Tapi Allah Maha Kuasa menolaknya dan menyempurnakan cahaya diinNya.

Kaum muslim yang beriman serta mencintai Allah dan Rasul-Nya, tak perlu ragu pada yang haq. Tetap berpegang teguh pada syariat-Nya walaupun harus memegang bara api. Serta meniti jalan mulia dengan mendakwahkannya Islam sebagai ideologi. Karena kemenangan dan tegaknya Islam kaffah adalah janji Allah. Wallahu a’lam bisshawab.

Desti Ritdamaya, Praktisi Pendidikan.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button