Pemikiran dan Pengaruh Syekh Abdul Samad al-Falimbani dalam Masyarakat Melayu Islam

Palembang dijuluki sebagai kota ilmu Islam. Karena Islam berkembang pesat di kota ini sejak abad ke-7 hingga abad ke-14 Masehi.
Bahkan, di kota ini lahir sebuah kerajaan yang bernafaskan Islam, Kesultanan Palembang Darussalam sekaligus tempat lahir seorang ulama besar dan terkenal bernama, Syekh Abdul Samad al-Falimbani.
Syekh Abdul Samad adalah ulama yang dedikasinya dalam pengembangan ilmu keislaman Melayu tidak bisa dipandang sebelah mata, lebih-lebih dilupakan.
Palembang Masa Sriwijaya
Sriwijaya tercatat dalam sejarah sebagai sebuah kerajaan Budha terbesar di Nusantara. Kerajaan Sriwijaya muncul di pentas sejarah dunia sekitar abad VII. Kerajaan ini memiliki kekuasaan yang luas meliputi Jawa, Sumatera, dan Melayu. Catatan musafir China bernama I Tsing mengaku bahwa ia pernah singgah di kerajaan Sriwijaya. Tujuannya adalah untuk mendalami bahasa Sanskerta dan agama Buddha.
I Tsing menggambarkan tentang kemegahan Sriwijaya dalam bidang pendidikan. Terdapat sebuah perguruan tinggi terkenal dan memiliki reputasi dunia Budhisme. Perguruan tinggi tersebut bernama Universitas Nalanda. Hampir setiap waktu, menurut sejarah, perguruan ini dikunjungi oleh para mahasiswa dan cendekia dari Asia. Selain reputasinya dalam dunia pendidikan. Kerajaan Sriwijaya juga merupakan wilayah yang strategis sebagai jalur perdagangan.
Sriwijaya muncul di lintas Selat Malaka yang strategis, wilayah ini telah disinggahi oleh para pedagang yang melewati Selat Malaka. Seorang penulis kronik Cina, Chou Ch’u-Fei dalam Ling-wai-tai-ta yang ditulis tahun 1178 menerangkan, “Sriwijaya terlektak di Nan-Hai (Lautan Selatan). Ia merupakan pusat perdagangan penting diantara beberapa negeri asing. Sebelah timur terdapat negeri-negeri Jawa, di sebelah barat terdapat Tashih (Arabia), Ku-Lin (pulau-pulau Selatan). Tidak ada negeri mana pun yang dapat sampai ke Cina tanpa melewati wilayah Sriwijaya”.

Dengan keterbukaannya sebagai kerajaan yang memiliki reputasi dalam pendidikan dan perdagangan. Maka tidak heran jika banyak para ulama, khususnya dari Hadramaut, Yaman datang untuk berdakwah di kota Palembang. Sehingga bagi sebagian orang Palembang dijuluki sebagai “Hadramaut Tsani” (Hadramaut kedua).
Palembang Masa Kesultanan Darussalam
Kesultanan Palembang Darussalam merupakan salah satu kerajaan Islam Melayu yang berpengaruh di Nusantara. Kesultanan ini muncul sekitar abad XVII. Sejak berdiri hingga masa kemundurannya kesultanan ini tercatat sebagai lumbung dalam menghasilkan banyak ulama. Produk ulama yang dihasilkan Kesultanan Palembang pada dasarnya tidak terlepas dari kontribusi Arab sekitar pertengahan abad VII.
Para migrasi Arab mendatangi Palembang waktu itu telah mendapatkan dukungan dari Sriwijaya untuk berdagang. Di sela-sela berdagang mereka melakukan dakwah. Pada masa Kesultanan Palembang, Arab turut berkontribusi memasukkan argument-argumen penting kepada sultan, terutama dalam upaya pengembangan misi dakwah dan nilai keislaman. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh G.W.J Drewes yang berkesimpulan bahwa Islam masuk ke Semenanjung Melayu termasuk Palembang adalah Islam yang berasal dari Arab.
Islam di Palembang berkembang baik pada masa pemerintahan Kiai Mas Endi atau yang dikenal dengan Pangeran Ario Kusumo Abdurrahim. Pada masa ini Islam dapat diistilahkan “sudah mulai berurat-berakar”.
Pada abad XVIII Islam di Kesultanan Palembang telah menunjukkan kemajuan yang menonjol. Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Azumardi Azra, abad ini perkembangan pemikiran tasawuf tidak lagi berpusat di Aceh, tetapi beralih ke Palembang dengan tokohnya Syekh Abdul Samad al-Falimbani.
Pengaruh dan Pemikiran Syekh Abdus Shamad al-Falimbani
Syekh Abdus Shamad al-Falimbani diperkirakan lahir pada 1704. Ayahnya bernama Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahab, dan ibunya bernama Radin Ranti, perempuan asli Palembang. Kebiasaan orang tua Melayu termasuk Syekh Samad, seorang anak mendapatkan pengetahuan agama pertama kali dari orang tuannya.