NUIM HIDAYAT

Pemimpin dan Pemimpi

Komunis sebenarnya tidak suka pada Soekarno. Kaum komunis ingin menjadi pemimpin di negeri ini. Mereka ‘mengendalikan Soekarno’ dan ujungnya membuat Soekarno tumbang. Mengapa demikian?

Ya karena komunis tidak punya panduan hidup. Mereka hanya mengandalkan otak dan nafsunya. Mereka tidak kenal Tuhan. Maka jangan heran tahun 1948 mereka memberontak kepada pemerintahan Soekarno dan ingin mendirikan negara komunis di Madiun. Musso sebagai pemimpinnya.

Tahun 1965, komunis tidak puas lagi. Nafsu mereka menggelegak. Meski mereka sudah berada di lingkaran dalam Soekarno, mereka tidak puas. Mereka ingin menjadi satu-satunya kekuatan yang ‘bisa mengendalikan’ Soekano. Mereka tidak ingin TNI Angkatan Darat ikut mempengaruhi Soekarno dalam mengambil kebijakan. Maka mereka kemudian menculik dan membunuh perwira-perwira Angkatan Darat.

Soekarno gagal dengan ideologi Pancasila atau Nasakomnya.

Kini pertanyaannya bagaimana agar bangsa kita menjadi hebat dan disegani dunia? Indonesia harus berani melakukan revolusi kedua. Selamatkan Indonesia dengan Al-Qur’an. Ya bangsa Indonesia harus kembali pada jati dirinya yang asli. Yaitu berpegang teguh pada Al-Qur’an.

Coba kita tengok sejarah masuknya Islam di tanah air kita. Islam masuk sekitar abad ketujuh Masehi. Waktu itu di Timur Tengah, ada kekhalifahan Ali bin Abi Thalib atau Muawiyah. Islam yang landasannya Al-Qur’an mewarnai Nusantara. Islam datang dengan damai, tanpa peperangan. Tidak seperti masuknya Katolik (Portugis) atau Protestan (Belanda) yang diwarnai dengan peperangan.

Ketika Islam datang, Islam membawa perubahan revolusioner pada masyarakat Nusantara. Masyarakat yang tadinya hanya sedikit yang bisa nulis, berubah menjadi masyarakat yang senang dengan tulisan. Para ulama yang datang dari Jazirah Arab memperkenalkan budaya tulis. Masyarakat yang tadinya menyembah patung atau makhluk (Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme) berubah menjadi masyarakat yang menyembah Tuhan Allah Yang Esa. Masyarakat yang tadinya berkasta-kasta, berubah menjadi masyarakat yang egaliter (‘persamaan manusia’). Masyarakat yang tadinya suka minum-minuman keras, pelacuran, perjudian dan semacamnya, menjadi manusia yang berakhlak mulia. Masyarakat yang benci terhadap dosa-dosa besar.

Al-Qur’an membawa perubahan revolusioner baik di Nusantara, Eropa, atau Timur Tengah.

Jadi bila bangsa Indonesia mau menjadi bangsa yang maju, adil dan makmur, tidak bisa tidak harus berani mengambil Al-Qur’an sebagai visi dan misi utama. Bangsa Indonesia harus berani mengambil pemimpin yang punya visi ‘kepemimpinan Qur’ani’.

Bangsa kita yang sekarang kondisi ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan lain-lain yang carut marut ini saatnya memilih pemimpin yang Qurani. Pemimpin yang berani mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya, bangsanya dan dunia.

Dalam alam internet yang kini dunia saling bergantung ini, pemimpin seperti ini kita nantikan. Dan kita yakin bahwa Allah Yang Maha Kuasa suatu saat akan memberikan kepada bangsa ini pemimpin yang hebat. Pemimpin yang revolusioner yang membawa bangsa dan dunia ke arah yang benar. Ke arah keadilan dan kemakmuran, yang sesuai dengan fitrah manusia. Bukan pemimpin yang lebih mengutamakan diri, keluarga dan partainya, sedangkan rakyat hanya sisa waktunya. Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Penulis “Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah”

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button