SUARA PEMBACA

Pemimpin itu Digugu dan Ditiru

Pemimpin itu digugu dan ditiru. Layaknya anak kecil, setiap sikap dan ucapannya akan selalu terekam dalam ingatan. Pantaslah peribahasa mengatakan ‘mulutmu, harimaumu’ selalu terkenang. Hal itu pula yang terjadi sekarang.

Gegara salah menggunakan diksi, muncul pro dan kontra dari pidato Jokowi kepada relawannya dalam Rapat Umum di Sentul, Bogor, Sabtu, 4/8/18. Berikut petikannya: “Jangan membangun permusuhan, sekali lagi jangan membangun permuuuhan. Jangan membangun ujaran – uajran kebencian. Jangan membangun fitnah – fitnah, tidak usah suka mencela, tidak usah menjelekan orang lain. Tapi kalo diajak berantem juga berani.”

Tak perlu waktu lama, Juru Bicara Kepresidenan langsung mengklarifikasinya. Rakyat diminta untuk tidak terjebak dengan diksi yang terlontar. Itu hanyalah kiasan dan tidak berarti ajakan bertengkar secara fisik. Namun yang perlu disesalkan ucapan itu terlontar dari orang nomor satu di Indonesia. Siapa yang salah? Apakah rakyat yang tak bisa menangkap maksud ucapannya ataukah Presiden yang salah ucap? Entahlah. Hanya yang berucap yang tahu persis maksud dari kata ‘berantem’. Namun yang perlu dipikirkan adalah imbas dari ucapan itu. Bisa – bisa tafsir salah yang mengemuka. Baik dari kubu pro dan kontra.

Bila kata ‘berantem’ ditafsiri sebagai pertarungan sehat dalam putaran pilpres mendatang sejatinya tak masalah. Namun, bila berujung ujaran kebencian dan adu mulut di dunia nyata dan maya malah berbuah malapetaka. Rakyat semakin terbelah. Klaim kebenaran selalu disesuaikan dengan kepentingan. Tanpa pidato ‘berantem’ saja rakyat sudah terbelah, apalagi diksinya keluar dari sang Pemimpin. Bisa jadi diamini oleh para pendukung pemerintah. Khawatirnya, ini dijadikan alat bagi para pendukung pemerintah untuk main ‘pukul’ pihak – pihak yang berseberangan dengannya.

Sebab, fakta membuktikan perlakuan hukum nampak berbeda tatkala pelaku ujaran kebencian datang dari pendukung Jokowi. Tajam ke oposisi, tumpul ke pendukung pemerintah. Sudah banyak kasus penangkapan pegiat media sosial yang begitu vokal dan kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Padahal, bila mau jeli banyak pula pelaku ujaran kebencian terhadap umat Islam yang tak ditindaklanjuti. Karakter seorang pemimpin akan turut mewarnai kepemimpinan itu sendiri.

Dalam Islam, perkara kepemimpinan itu menjadi urusan penting. Sebab, dari sinilah bala’ dan berkah itu terjadi. Syaikhul Islam menjelaskan dalam karyanya as-Siyasah as-Syar’iyah tentang kriteria pemimpin yang baik. Beliau menjelaskan,

“Selayaknya untuk diketahui siapakah orang yang paling layak untuk posisi setiap jabatan. Karena kepemimpinan yang ideal, itu memilikidua sifat dasar: kuat (mampu) dan amanah.” Kemudian beliau menyitir beberapa firman Allah,

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

“Sesungguhnya manusia terbaik yang anda tunjuk untuk bekerja adalah orang yang kuat dan amanah.” (QS. Al-Qashas: 26).

Mengemban amanah kepemimpinan itu tak semudah mengucap, tak pula sekedar tebar pesona ke rakyat. Pemimpin kuat itu tak tersandera oleh kepentingan partai, asing, dan aseng. Kepemimpinan yang kuat adalah yang berani melawan kezaliman dan menerapkan kebenaran dari Sang Pemilik alam dan seluruh makhluk di muka bumi. Pemimpin adalah yang paling takut siksa dan dosa sebagaimana firman Allah SWT:

فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44).

Semoga pemimpin teladan segera hadir. Pemimpin yang ta’zim kepada Sang Pemberi kehidupan. Pemimpin yang teguh menjalankan syariat Islam di seluruh kehidupan. Pemimpin taat yang tak berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam.

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button