Pemimpin, Pilih Lip Service atau Real Service?
Lagi ramai nih, pada bahas soal lip service. Presiden Indonesia, Bapak Joko Widodo, dapat hadiah menarik dari mahasiswa UI. 26 Juni 2021 lalu, akun resmi instagram BEM UI memposting foto pak Jokowi dengan tulisan Jokowi: The King Of Lip Service (Detiknews, 26/6/21).
Meme ini bukan bentuk penghinaan atau ejekan, melainkan kasih sayang dalam bentuk lain. Pesan kasih sayang ini disampaikan para mahasiswa kepada penguasa, khususnya presiden Indonesia. Di negeri yang katanya demokrasi ini, rakyatnya terlahir kreatif untuk menyampaikan aspirasi. Termasuk dengan membuat meme unik seperti ini.
Lahir istilah lip service ini, bukan tahu bulat ya. Maksudnya, gak mendadak dong. Iya, lahir istilah lip service gak mungkin tiba-tiba, pasti ada penyebabnya.
Terlepas “gelar” lip service itu benar atau tidak, kita bercermin yuk ke masa kekhilafahan Islam dulu. Bagaimana ya sosok pemimpin di masa itu?
Bidang Ekonomi
Hari gini, siapa yang gak mau duit? Semua orang pasti mau, apa lagi hidup sedang sulit. Perekonomian rakyat dipolitiki para elite. Jangankan makan buah, bisa makan nasi sudah alhamdulillah. Gak jarang, rakyat yang terhitung “cukup mampu” ikut baris mengharap bantuan milik rakyat miskin. Ngaku-ngaku miskin udah biasa.
Wajar aja sih kalau rakyat begitu. Hari ini gaji pekerja pas-pasan. Bahkan kerja serabutan. PPN makin tinggi dan melebar jenisnya. Dana-dana rakyat dipinjam negara, alasannya investasi. Bahkan narik uang ke rakyat muslim langsung dipotong gaji, dengan dalih zakat penghasilan.
Eh ngomong-ngomong soal duit, jangan salah. Ada loh rakyat yang gak mau duit. Bahkan meski rakyat dipaksa pemimpinnya agar menerima uang zakat negara, gak ada yang mau nerima.
Ya, mereka adalah rakyatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada saat itu, penguasa bersusah payah mencari mustahik. Mayoritas rakyatnya merasa hidupnya tercukupi, sehingga mereka merasa tidak berhak atas zakat itu. Maasyaallah tabarakallah. Semoga Allah meridai pemimpin shalih keturunan Umar bin Khattab ini.
Bidang Papan
Dikisahkan seorang Yahudi tua tinggal di gubuk reyot. Seorang gubernur bernama Amr bin Ash hendak membangun istana pemerintahan yang megah. Sayangnya, posisi rumah Yahudi menginjak peta rancangan denah istana. Ia hendak mengusir si Yahudi, namun si Yahudi menolak. Cara halus tak berhasil, cara memaksa ia coba. Gubernur mengirim alat berat untuk menggusur paksa rumah si Yahudi.
Kesal dengan kelakuan sang gubernur, ia lari ke khalifah mencari keadilan. Ia sampaikan semua keluh kesah pada sang Khalifah. Ia adalah Amirul Mukminin, Umar bin Khattab. Setelah mendengar semua kisahnya, Khalifah Umar meminta Yahudi mengirimkan sebuah tulang pada sang gubernur. Tulang tersebut sudah diberi tanda silang dengan pedang Khalifah sebelumnya.