Pengamat: Diskriminasi Muslim di India Makin Parah
EU DisinfoLab juga melaporkan jaringan lebih dari 260 outlet media lokal palsu pro-India yang berada di 65 negara, termasuk di Barat.
“Berbagai media itu memakai nama kota lokal tapi tak ada yang benar-benar terkait dengan wilayah tersebut, dan semua berisi tulisan pro-India dan anti-Pakistan. Semua portal berita itu didaftar oleh Srivastava Group, perusahaan India yang tahun lalu membawa para politisi sayap kanan Eropa berkunjung ke Kashmir, dan bertemu Modi,” ungkap Zhou.
Bahkan saat acara pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan PM Modi di Houston dihadiri 50.000, termasuk para ekspatriat India di Negeri Paman Sam.
Jaringan luar negeri RSS dan BJP itu menjadi aset besar bagi pemerintahan Modi.
Saat kerusuhan sektarian terburuk di India yang menewaskan lebih dari 50 orang yang sebagian besar Muslim itu, Kanada lebih banyak diam. PM Kanada Justin Trudeau juga tak membuat pernyataan. (Lihat Infografis: Duet Rafale-SU30 India Siap Mengguncang Ketegangan di Perbatasan)
Negara-negara Barat juga lebih banyak diam saat Modi mencabut status otonomi Jammu dan Khashmir.
“Lobi Hindutva di Barat berhasil dengan tujuan mereka membangun pengaruh global,” papar peneliti Fareeha Shamim.
RSS juga terus memicu kebencian dan fitnah pada Muslim di India dalam berbagai isu. Rumah sakit pemerintah India di Ahmedabad, misalnya, memisahkan para pasien Covid-19 berdasarkan agama mereka, dengan alasan mendapat perintah dari pemerintah.
“Ini keputusan pemerintah,” ungkap Dr Gunvant H Rathod, kepala medis di Ahmedabad Civil Hospital pada surat kabar Indian Express.
sumber: sindonews.com