Pengkhianat itu Para Koruptor dan Antek Asing, Bukan Mahasiswa!
Kapitalisme Tumbuh Suburkan Para Pengkhianat
Dan juga menjadi perhatian penting, bahwa meletakkan harapan rakyat kepada para wakil rakyat dan para elit hanyalah utopia belaka. Fakta berbicara justru merekalah yang paling banyak menjadi pengkhianat negeri ini. Daftar panjang koruptor justru datang dari para wakil rakyat terhormat dan para elit yang mengecap nikmatnya kursi kekuasaan. Mereka jugalah para antek asing yang dengan mudahnya mengobral SDA negeri ini ke tangan asing.
Dalam bingkai kapitalisme, keberadaan para koruptor dan penguasa antek asing ini akan terus ada. Eksistensi mereka sebagai pengkhianat akan terus langgeng, sebab ketidaktegasan hukum yang berlaku. Bahkan para koruptor tidak tahu malu dan tersenyum senang. Walau mereka tertangkap tangan dan dimasukan ke penjara. Mirisnya, mereka justru seolah menjadi korban ketidakadilan, bahkan membenarkan bahwa korupsi menjadi cara mengais rezeki.
Sementara penguasa boneka antek asing akan terus menjalankan kebijakannya yang zalim. Alih-alih mensejahterakan rakyat, sebaliknya untung rugi jadi standar kebijakan. Tidak heran bila kebijakan rezim semua dikomersialisasi. Membiarkan aset dan SDA negeri dijarah asing. Tapi merasa rugi jika memberikan pelayanan terbaik dan murah bahkan gratis bagi rakyat. Ujung-ujungnya semua subsidi untuk rakyat pun ditarik, sebab dianggap membebani. Tujuannya agar asing semakin nyaman berinvestasi (baca memberi utang).
Pengkhianat jelas menjadi kanker ganas yang menggerogoti negeri ini. Keberadaannya jelas tidak dapat terus dibiarkan. Bahkan harus diberantas hingga ke akarnya. Agar rakyat tidak lagi dirugikan.
Cara Islam Berantas Pengkhianat Negara
Melihat kondisi ini, adalah sebuah langkah yang bijak lagi benar, mengambil Islam sebagai solusi. Di mana Islam yang dibangun berlandaskan akidah Islam dan ketakwaan kepada Allah Swt. akan membentuk kontrol diri pada individu. Sehingga para penguasa dan pejabat tidak mudah berbuat curang dan mudah disuap.
Mereka akan senantiasa menyadari bahwa Allah Swt. tidak pernah lepas mengawasi setiap perbuatannya. Ia akan berusaha mawas diri dan takut jika tidak berbuat adil. Sehingga menjalankan kewajibannya dengan ikhlas semata-mata untuk mengharapkan rida Allah Swt.
Sementara dalam pandangan Islam, menurut Abdurrahman Al Maliki dalam Nizhamul Uqubat, korupsi merupakan perbuatan khianat, orangnya disebut khaa`in. Pelakunya dikenai sanksi ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.
“Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret.” (HR Abu Dawud).
Karena jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim, sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat. Misal, dari sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.
Jelas para pengkhianat hanya bisa dicegah dan diberantas hanya dengan Islam saja. Sebaliknya mempertahankan sistem rusak kapitalisme dan derivatnya tidak hanya menumbuhsuburkan para pengkhianat. Tapi juga membungkam gerak dan suara generasi muda kita sebagai motor perubahan. Maka tidak ada solusi lain, selain kembali pada Islam saja. Wallahu a’lam bishshawwaab.
Ummu Naflah
Muslimah Peduli Negeri, Founder Generasi Muda Islam Menulis (GENDIS)