SUARA PEMBACA

Penistaan Agama Kembali Berulang, Mengapa?

Penistaan dan pelecehan terhadap agama (Islam), kembali berulang. Kali ini penistanya adalah seorang murtadin yang berprofesi sebagai pendeta, sebut saja pendeta Saifuddin Ibrahim. Ia berkoar meminta penghapusan 300 ayat Al-Qur’an.

Entah apa yang membuatnya berperilaku lancang seperti itu, namun pernyataannya sungguh telah melecehkan ajaran agama Islam. Sebab jelas-jelas meminta untuk merubah ayat Al-Qur’an. Padahal ayat Al-Qur’an adalah firman Allah SWT, yang tidak mungkin salah dan keliru.

Hal yang demikian pun pernah terjadi di masa Rasulullah Saw. Saat itu ada seorang Yahudi yang biasa dipanggil Fanhash yang mengolok-olok ayat Al-Qur’an di hadapan Abu Bakar Ash-shiddiq ra, hingga membuat marah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Padahal jamak diketahui, Abu Bakar Ash-shiddiq ra, adalah seorang yang sangat penyabar, halus dan lemah lembut. Namun saat Al-Qur’an dihinakan oleh seorang Yahudi, Abu Bakar ra marah dan memukul wajah Fanhash dengan keras dan hampir saja memenggal kepala Yahudi tersebut. Andai saja tidak ada perjanjian antara kaum Muslimin dan Yahudi saat itu, maka niscaya kepala Yahudi tadi akan lepas dari raganya.

Abu Bakar Ash-shiddiq ra, berkata: “Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya, seandainya tidak ada perjanjian antara kami dengan kalian, pasti akan aku penggal kepalamu, hai musuh Allah!”

Demikianlah, kisah pelecehan agama (Islam), yang terjadi di masa Rasulullah Saw. Hukumannya adalah jelas, dipenggal lehernya (dibunuh). Sehingga hukuman yang sangat tegas terhadap pelaku pelecehan terhadap ajaran agama (Islam), akan membuat jera para pelakunya dan akan mencegah orang lain ikut-ikutan latah melecehkan ajaran agama (Islam).

Hanya saja, hari ini tidak ada seperangkat hukuman yang dapat membuat jera para pelaku pelecehan agama. Sehingga kasus pelecehan agama (Islam), terus berulang dan berulang. Dengan beragam gaya dan bentuknya.

Pelaku pelecehan agama hanya dikenai hukuman yang ringan bahkan mungkin tidak tersentuh hukum. Sehingga mereka melenggang bebas melakukan aksi pelecehannya. Etah dengan motif ingin terkenal, sekadar iseng atau bisa pula ada agenda terselubung untuk memancing di air keruh yang bisa meletuskan perpecahan dalam kehidupan masyarakat. Atau bisa pula sebagai alat untuk memalingkan perhatian masyarakat dari masalah pokok dan penting yang sedang dihadapi negeri ini, berupa penjajahan tak kasat mata yang saat ini menjarah kekayaan alam negeri ini yang menimbulkan banyak persoalan dalam masyarakat semisal kemiskinan, kebodohan, kesenjangan sosial, tindak kriminalitas dan pelecehan dan lain sebagainya.

Pelaku pelecehan agama seolah dilindungi untuk terus melakukan aksi pelecehan. Bisa jadi atas nama HAM, kebebasan berpendapat ataupun pluralisme agama. Yang semuanya adalah setingan barat dalam mencitraburukkan Islam.

Karena itu, perilaku pelecehan agama (Islam), tidak bisa terus-menerus dibiarkan atas nama kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, HAM, moderasi beragama. Ataupun pluralisme agama. Pelaku pelecehan agama harus diadili, harus dihukum dengan hukuman yang dapat menimbulkan efek jera, sehingga kasusnya tidak menular dan berulang.

Sebab kasus pelecehan agama jika dibiarkan menular dan berulang akan menyebabkan pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa, akan menyebabkan kegaduhan di masyarakat yang akan berakhir dengan bentrok massal atau bisa jadi menimbulkan aksi main hakim sendiri. Bukankah efek pembiaran terhadap perilaku pelecehan agama ini lebih berbahaya dan membahayakan negara, yang bisa memporak-porandakan persatuan dan kesatuan bangsa yang selama ini dibangun?

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button