Penjelasan Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat lafazh yang bersifat umum, dan kemudian Sunnah mentakhsiskan keumuman Al-Qur’an, seperti firman Allah:
“Allah mewajibkan kamu tentang anak-anak kamu, buat seorang anak laki-laki adalah seperti bagian dua anak perempuan.” (An-Nisa: 11)
Menurut ayat tersebut di atas setiap anak berhak mendapat warisan dari ayahnya. Jadi, setiap anak adalah pewaris dari ayahnya. Tapi kemudian datang Sunnah mengkhususkan yaitu selain para Nabi. Rasulullah Saw bersabda:
“Kami, seluruh Nabi tidak meninggalkan warisan, apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Maka Nabi tidak meninggalkan warisan bagi anak-anaknya. Sunnah mengkhususkan pula warisan seseorang dengan syarat tidak dengan jalan pembunuhan. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang pembunuh tidak mendapat warisan.” (Lihat: Sunan At-Turmudzi, Kitabul Faraidh Bab 17, Sunan Ibnu Majah hal. 883 jilid 2)
Maka Rasulullah melarang anak yang membunuh ayahnya, mendapat warisan dari ayahnya, dan lain sebagainya.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang dari mereka seratus kali deraan.” (An-Nur: 2)
Keterangan ini bersifat umum bagi pezina, baik yang sudah bersuami istri atau belum. Kemudian As-Sunnah, menentukan hukum itu bagi yang tidak bersuami istri, adapun yang bersuami atau istri dikenakan hukum rajam.
Sabda Rasulullah Saw: “Ikutilah aku, Allah telah membuat peraturan bagiNya. Bagi perawan dan jejaka seratus kali dera dan diasingkan selama setahun. Bagi janda dan duda seratus deraan dan rajam.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahli-ahli sunah yang empat dan Muslim dari hadits Ubadah bin Shamit)
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin.” (At-Taubah: 5)