NASIONAL

Pernah Tantang Menristekdikti dan Loloskan Disertasi Legalisasi Zina, Yudian Wahyudi Diangkat Jadi Kepala BPIP

Jakarta (SI Online) – Presiden Jokowi dikabarkan akan melantik Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yudian Wahyudi sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Kabarnya Yudian akan dilantik di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (5/2/2020) pukul 15.00 WIB.

“Yang dilantik Prof Yudian saja,” ungkap Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo, Selasa (4/2/2020) seperti dilansir detik.com.

Sebagai informasi, jabatan Kepala BPIP setelah ditinggal mundur Yudi Latif pada 7 Juni 2018 lalu hanya diisi oleh seorang Pelaksana Tugas (Plt), yakni Hariyono.

Kepala BPIP merupakan pelaksana sehari-hari. Posisinya berada di bawah Dewan Pengarah BPIP, yang diketuai Megawati Soekarnoputri.

Secara resmi, BPIP resmi dibentuk berdasarkan Perpres No. 7 Tahun 2018 tentang BPIP yang ditandatangani Jokowi pada 28 Februari 2018.

Menurut Perpres ini, BPIP terdiri dari: Dewan Pengarah, Kepala dan Wakil, Deputi, Staf Khusus, Pengarah dan Tenaga Ahli.

Sesuai Pasal 3 dalam Perpres tersebut, tugas BPIP adalah membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Sedangkan terkait gaji dan hak-hak lain para pejabat BPIP, diatur dalam Perpres No. 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Pimpinan, Pejabat dan Pegawai BPIP. Perpres ini ditandatangani Jokowi pada 23 Mei 2018.

Sesuai Perpres, Ketua Dewan Pengarah mendapatkan gaji bulanan Rp112.548.000, Anggota Dewan Pengarah Rp100.811.000.-, Kepala BPIP Rp76.500.000.-, dan Wakil Kepala Rp63.750.000.-

Kontroversi Yudian

Yudian Wahyudi namanya pernah disebut-sebut sebagai calon menteri agama Kabinet Jokowi II. Bahkan saat itu Yudian mengaku sudah menyiapkan program kerja.

“Saya tidak tahu. Kalau saya jadi menteri, ya siap,” kata Yudian saat ditemui di kampus UIN Yogyakarta, Rabu (16/10/2019) seperti dilansir Gatra.com.

Program yang disiapkan Yudian, terutama terkait penangkalan radikalisme agama., berupa sertifikasi penceramah agama.

“Di masjid-masjid BUMN, yang boleh ceramah hanya yang sudah dapat izin dari pemerintah. Sekolah negeri dari SD sampai perguruan tinggi juga begitu. Kita akan tertibkan bekerja sama dengan polisi,” kata Yudian.

Yudian mengaku nama dirinya disebut-sebut dan diusulkan oleh rekan-rekannya di Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Sayangnya, kata Yudian, usulan itu dimentahkan sendiri oleh mereka.

Sebelumnya, Yudian pernah ‘ribut’ dengan Menristek Dikti M Nasir. Yudian bahkan menantang secara terbuka mantan Rektor Undip Semarang itu.

Gara-garanya, Yudian merasa kesal kepada Nasir yang menyebut profesor tua manfaatnya kecil untuk negara. Berang atas pernyataan itu, Yudian pun menantang Nasir untuk menunjukkan siapa di antara mereka yang terbaik di bidang akademi.

“(Apabila) jurnal saya dalam bidang masing-masing dengan Pak M Nasir itu kalah duluan tahunnya, dan jurnalnya kalah wibawa, dan hasilnya kalah pengaruhnya, saya turun dari rektor,” kata Yudian menggebu-gebu saat berpidato di depan wisudawan UIN Sunan Kalijaga, Rabu (7/8/2019), seperti dikutip Detik.com.

Yudian mengatakan, tantangannya kepada Nasir bukan karena persoalan pribadi, melainkan karena persoalan bangsa. Dia mengaku tidak terima apabila seorang profesor yang telah berusia lanjut didiskreditkan oleh Nasir.

“Mari kita tes, saya sudah menerbitkan 53 terjemahan saja, gampang terjemahan saja kok, nggak dihitung itu di Kemenristekdikti. 53 (buku terjemahan) Arab, Inggris, Prancis,” ungkapnya.

Dan yang paling kontroversial adalah saat Yudian sebagai Ketua Sidang ujian terbuka disertasi berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital” karya Abdul Aziz. Yudian bersama tim penguji meloloskan disertasi tersebut pada Rabu, 28 Agustus 2019.

Disertasi karya Abdul Aziz itu menuai kontroversi. Dewan Pimpinan MUI menilai disertasi tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunah, termasuk pemikiran menyimpang dan harus ditolak.

Baca: MUI: Disertasi Milk Al Yamin Bertentangan dengan Alquran dan As-Sunnah, Menyimpang dan Harus Ditolak

“Hasil penelitian Saudara Abdul Aziz terhadap konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur yang membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan (nonmarital) saat ini bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah serta kesepakatan ulama (ijma’ ulama) dan masuk dalam katagori pemikiran yang menyimpang (al-afkar al-munharifah) dan harus ditolak karena dapat menimbulkan kerusakan (mafsadat) moral/akhlak ummat dan bangsa,” bunyi pernyataan resmi MUI yang ditandatangani Waketum Buya Yunahar Ilyas dan Sekjen Anwar Abbas, di Jakarta, Selasa 3 September 2019.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI saat itu, Sodik Mudjahid, bahkan meminta Presiden Jokowi untuk mencopot Direktur Program Pascasarjana dan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yudian Wahyudi.

Baca: Buntut Disertasi Milk Al Yamin, Politisi Gerindra Desak Presiden Copot Rektor dan Direktur PPS UIN Suka

Menurut Sodik, Direktur Pascasarjana dan promotor dari Abdul Azis telah melakukan kebodohan ESQ, sehingga UIN Sunan Kalijaga sebagai lembaga akademisi, lembaga ilmiah dan lembaga agama Islam, gagal memahami dinamika dan kekhawatiran masyarakat tentang perilaku seks dan pernikahan bebas.

“Atas dasar kebodohan dan kegagalan tersebut, maka Presiden melalui Menteri Agama, diminta mencopot Direktur Pascasarjana dan Rektor UIN Sunan Kalijaga, dan menggantinya dengan guru besar yang bukan hanya kredibel dari sisi akedemis, tapi mempunyai kepekaan sosial dan komitmen yang tinggi kepada Pancasila dan moral bangsa Indonesia,” ungkap Sodik dalam pernyataan tertulisnya, Rabu 4 September 2019.

Atas berbagai sikap dan pandangan dari luar kampus itu, akhirnya Yudian menganjurkan agar draf disertasi yang diujikan pada 28 Agustus itu direvisi sesuai dengan kritik dan saran para penguji.

Yudian sendiri menjabat Rektor UIN Sunan Kalijaga untuk periode 2016-2020. Ia dilantik oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Kantor Kemenag, Jl Lapangan Banteng, 12 Mei 2016 lalu.

red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button