NUIM HIDAYAT

Persahabatan 47 Tahun (3-habis)

Di kala Natsir jadi Perdana Menteri (1950), sebuah mobil berhenti di hadapan gang yang menuju rumah saya kira-kira pukul 8 malam, Gang Toa Hong II No. 141 Sawah Besar. Seorang turun memberi tahu dengan berbisik: “Pak Natsir datang menjemput bapak”. “Perdana Menteri ……?” tanya saya.

Kawan itu mengangguk. Dan sayapun segera berpakaian, dan turun dari rumah. Lalu langsung menuju ke mobil yang sedang menunggu. Natsir ada di dalam mobil itu. Dia mempersilakan saya naik dan saya duduk di sampingnya.

Demikianlah meskipun tempat berjauhan, namun hati terasa selalu dekat. Di waktu-waktu yang penting selalu juga bertemu dan bertukar pikiran.

Dalam perjalanan berdua, dalam hujan yang sedang rintik, mulailah Natsir menjelaskan kepada saya rencananya berkenaan dengan keamanan, terutama tentang D.I./T.I.I. yang digerakkan oleh Kartosuwiryo. Hendaknya berhasil maksud kita mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, supaya mereka bergabung kembali ke dalam pangkuan Republik Indonesia.

Akhirnya terdapatlah fikiran bahwa pendapat pemuka-pemuka Islam harus dipersatukan. Bagaimana ikhtiar agar Kartosuwiryo kembali ke dalam persatuan tanah-air.

Maka beberapa hari saja sesudah itu terjadilah pertemuan-pertemuan pemuka-pemuka Islam di rumah Kiyai Wahid Hasyim di Jakarta. Hadir juga A. Hassan dari Bangil, Kiyai Wahab Hasbullah dan lain-lain. Dan sayapun dapat kehormatan turut hadir dalam pertemuan itu.

Diputuskan supaya Kiyai Haji Muslich mencari kontak dengan Kartosuwiryo, menemui pihak mereka itu ke markasnya di Jawa Barat. Besar harapan kita moga-moga berhasil pertemuan ini dan tanah-air Indonesia kembali aman.

Tetapi pergolakan politik tanah-air kian hebat. Kabinet Natsir yang tidak dicampuri oleh P.N.I. hanya berusia 8 bulan (6 September 1950 sampai 26 April 1951). Rencana mengajak Kartosuwiryo pulang ke dalam pangkuan Ibu Pertiwi, mentah kembali.

Ketika Kabinetnya sudah jatuh, dengan tidak menunggu lama dan tanpa ragu-ragu, Natsir mengangkat barang-barangnya dari rumah resmi kediaman Perdana Menteri di Pegangsaan Timur, rumah Proklamasi ke tempat kediaman beliau, Jalan Jawa (sekarang Jl. H.O.S. Cokroaminoto).

Cepat kembali ke rumahnya di Jalan Jawa itu, memperlihatkan bahwa jiwanya teguh, tidak terpengaruh oleh benda!

Sesudah Kabinet Natsir, naiklah Kabinet Soekiman (26 April 1951 sampai April 1952).

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button