NUIM HIDAYAT

Persahabatan 47 Tahun (3-habis)

Ketika Kabinet Natsir jatuh itu, dengan tegas saya katakan bahwa pimpinan sejati dari ummat, tidaklah ditentukan oleh kedudukan jadi Perdana Menteri ataupun jatuh Kabinet! Dengan terus terang saya katakan di hadapan Natsir atau di belakangnya, bahwa pimpinan sejati dari ummat tidaklah ditentukan oleh pangkat dan jabatan. Za’amah atau kepemimpinan yang akan ditempuh Natsir setelah berhenti dari Perdana Menteri, akan lebih hebat lagi pada masanya yang akan datang!

Kabinet pimpinan Soekiman jatuh pula pada April 1952, artinya dalam masa satu tahun. Setelah itu naiklah Kabinet Wilopo. Dan sejak itu pula berangsurlah turun gengsi Masyumi. Setelah Kabinet Wilopo jatuh pula, dan naik Kabinet Ali Sastroamidjoyo (30 Juli 1953), mulailah Masyumi tidak diikutsertakan lagi. Di mana-mana mulai terasa Masyumi sebagai golongan yang dibenci. Dalam Kabinet Ali pertama itu, mulai terasa sikap yang condong ke kiri.

Pemilihan Umum dilangsungkan pada tahun 1956, pada waktu itu tampil empat besar, P.N.I., Masyumi, N.U. dan P.K.I. Namun dirasakan sendiri oleh orang Masyumi bahwa tekanan-tekanan selalu terhadap mereka bertambah hebat. Jadi cemoohan di mana-mana. Kedudukan yang dulu, di mana Natsir dan Soekiman, kian lama kian luntur dan menurun. Apatah lagi setelah Presiden Soekarno menganjurkan Kabinet Kaki Empat yaitu P.N.I., Masyumi, P.K.I. dan N.U. Masyumi dengan tegas menolak gagasan itu. Sehingga gagasan itu tidak jalan!

Sejak itu di segala bidang mulailah pendapat umum dipompa dengan antipati sebesar-besarnya kepada Masyumi. P.K.I. tambah lama tambah dekat dengan Presiden Soekamo, sedangkan Masyumi tambah lama tambah dicap sebagai partai guram!

Ini adalah “politik”. Dan, di mana-mana, dari zaman purbakala sampai semodern-modern zaman, namun politik tidaklah dapat diatur dengan logika! Demikian kata setengah orang.

Bung Karno terang bukan seorang Komunis! Maka “logika” merasa heran bagaimana beliau dapat menyuruh bersatu Masyumi dengan PKI dalam satu kabinet. Ini tidak logis, kata setengah orang pula.

Tetapi yang lain mengatakan lagi, bahwa anjuran ini adalah logis. Sebab beliau tidak menyukai Masyumi. Lalu beliau ajak Masyumi dulu dalam kabinet, yang, mustahil Masyumi bisa menerima. Dan kemudian memang pastilah Masyumi tidak mau menerima ajakan itu. Sebab itu maka “logis”lah jika seluruh kekuatan dikerahkan buat menimbulkan rasa permusuhan paling hebat terhadap Masyumi; dan mulailah dibuat propaganda Nasakom.

Nasional Agama Komunis, adalah tafsir utama dari Pancasila. Segala usaha digabungkan untuk propaganda itu. Bersatu-padu, berkuat-kokoh untuk Nasakom.

Teringatlah saya akan pesan yang sungguh-sungguh dari Pak Kiman dan Natsir agar saya menahan diri dari pergolakan politik. Agar saya tetap berhubungan baik dengan Bung Karno. Dan pesan baik itu saya pegang teguh. Tetapi kian lama kian terasa bahwa hubungan baik dengan Bung Karno itu tidaklah semudah apa yang beliau beliau sangka. Sebab hubungan itu tidaklah menyenangkan hati pihak komunis.

Maka setelah Natsir, Syafruddin, Burhanuddin Harahap. Disusuli oleh Mr. Asaat ke Sumatera dan bergolak pemberontakan P.R.R.I. sedang kawan-kawan seperti Roem, Prawoto dan lain lain pula tinggal di Jakarta dalam gerak yang terbatas, mulailah saya rasakan pukulan-pukulan pahit, sebagai tuduhan plagiat “Tenggelamnya Kapal v.d. Wijck” dan seumpamanya.

Kemudian P.R.R.I. tidak dapat meneruskan perlawanan lagi. Pemerintah mengadakan amnesti umum. Natsir, Syafruddin dan lain-lain pulang ke Jakarta. Tetapi tidak berapa lama kemudian, semua mereka ditangkap, termasuk orang-orang yang tinggal bersama dalam kota tadi. Yaitu Roem, Yunan Nasution, Isa Anshari, Imran Rosyadi. Mereka bersama Natsir cs. diasingkan ke rumah tahanan di Madiun; Natsir ke Batu di Malang.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button