SIRAH NABAWIYAH

Persaudaraan Kaum Muslimin di Madinah

Persaudaraan atas tali akidah Islam adalah persaudaraan hakiki. Sementara ikatan kepartaian, kesukuan, ras, kebangsaan, kepentingan dan sejenisnya akan mudah sekali sirna.

Aktivitas pertama Rasulullah di Madinah pascahijrah adalah mendirikan Masjid yang difungsikan sebagai pusat kegiatan umat Islam. Kemudian beliau mengambil kebijakan yang yang sangat monumental dalam sejarah umat manusia, yaitu usaha mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar.

Ibnul Qayyim menuturkan, “Kemudian Rasulullah saw mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar di rumah Anas bin Malik. Mereka yang dipersaudarakan ada sembilan puluh orang, separoh dari Muhajirin dan separohnya lagi dari Anshar. Beliau mempersaudarakan mereka agar saling tolong menolong, saling mewarisi harta jika ada yang meninggal dunia di samping kerabatnya. Waris mewarisi ini berlaku hingga Perang Badr. Taktala turun ayat, “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesama (daripada kerabat yang bukan kerabat)”. (QS. Al Anfal: 75), maka hak waris mewarisi itu menjadi gugur, tetapi ikatan persaudaraan masih tetap berlaku.

Makna persaudaraan ini sebagaimana yang dikatakan Muhammad Al-Ghazali, agar fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali Islam. Di samping itu, agar perbedaan-perbedaan keturunan, warna kulit, dan daerah tidak mendominasi, agar seseorang tidak merasa lebih unggul dan lebih rendah, kecuali karena ketakwaannya.

Rasulullah saw menjadikan persaudaraan ini sebagai ikatan yang benar-benar harus dilaksanakan, bukan sekadar isapan jempol dan omong kosong semata. Persaudaraan itu harus merupakan tindakan nyata yang mempertautkan darah dan harta, bukan sekedar ucapan selamat di bibir, lalu setelah itu hilang tak berbekas sama sekali. Dan memang begitulah yang terjadi. Dorongan perasaan untuk mendahulukan kepentingan yang lain, saling mengasihi dan memberikan pertolongan benar-benar bersenyawa dalam persaudaraan ini, mewarnai masyarakat yang baru dibangun dengan beberapa gambaran yang mengandung decak kekaguman.

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa tatkala kaum Muhajirin tiba di Madinah, maka Rasulullah saw mempersaudarakan Abdurrahman bin ‘Auf dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’. Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separoh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia!” Abdurrahman berkata, “Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar kalian?”

Maka orang-orang menunjukkan pasar Bani Qainuqa’. Tak seberapa lama kemudian dia sudah mendapatkan sejumlah samin dan keju. Jika pagi hari dia sudah pergi untuk berdagang. Suatu hari dia datang dan agak pucat.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Rasulullah.
“Aku sudah menikah,” jawabnya.
“Berapa banyak mas kawin yang engkau serahkan kepada istrimu?”
Dia menjawab, “Beberapa keping emas.”

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Orang-orang Anshar berkata kepada Nabi saw, “Bagilah kebun korma milik kami untuk diberikan kepada saudara-saudara kalian.”
“Kami mendengar dan kami taat,” kata mereka.
“Tidak perlu,” jawab beliau, “Cukuplah kalian memberikan bahan makanan pokok saja, dan kami bisa bergabung dengan kalian dalam memanen buahnya.”

Ini menunjukkan seberapa jauh kemurahan hati Anshar terhadap saudara-saudara mereka dari Muhajirin. Mereka mau berkorban, lebih mementingkan kepentingan saudaranya, mencintai, dan menyayangi. Sungguh besar kehormatan yang dirasakan orang-orang Muhajirin. Mereka tidak menerima dari saudaranya Anshar kecuali sekedar makan yang bisa menegakkan tulang punggungnya.

Inilah bukti indahnya persaudaraan dalam Islam. Persaudaraan atas tali akidah Islam. Bukan berdasar asas kepartaian maupun kesukuan yang selalu berujung pada sikap ta’ashub (fanatisme kelompok) yang membabi buta. Wallahu a’lam bishshawaab.

Shodiq Ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button