SUARA PEMBACA

Perundungan, Habit Remaja Sekuler

Video viral berisi perundungan seorang siswi oleh tiga orang siswa SMP kembali menghebohkan dunia pendidikan. Aksi premanisme itu terjadi pada salah satu SMP di Butuh, Purworejo, Jawa Tengah (Banjarmasinpost.co.id, 13/02/2020).

Terlihat di video tersebut, ketiga siswa menendang, memukul dengan tangan bahkan gagang sapu. Tak ada yang melerai, padahal siswi tersebut sudah menangis kesakitan.

Motif pelaku perundungan adalah karena korban diam-diam melapor ke guru. Korban melaporkan aksi pemalakan sebesar Rp2.000 oleh pelaku terhadap dirinya. Pada sela pergantian jam belajar, pelaku melampiaskan ketidaksenangannya pada korban, terjadilah perundungan itu.

Saking viralnya video aksi premanisme itu, gubernur Jawa Tengah, Ganjar Purnomo, ikut berkomentar. Ia meminta kepala sekolahnya menyelesaikan kasusnya. Kepala sekolah berharap agar penyelesaiannya dengan jalan damai.

Namun proses hukum tetap dilanjutkan. Ketiga pelaku telah berstatus tersangka dan dijerat dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Meskipun ketiganya tidak ditahan karena hukuman di bawah lima tahun.

Ada beberapa catatan dari kasus di atas. Mengingat aksi premanisme ini selalu berulang. Bahkan mungkin ada di setiap sekolah. Mulai dari pemalakan, perundungan secara verbal hingga fisik, juga tawuran.

Pertama, dalam diri remaja belum memiliki selfcontrol. Segala macam dicoba demi memuaskan keinginan diri. Tak pernah berpikir panjang tentang akibat dari setiap perbuatan yang dilakukan. Yang penting hepi.

Kedua, ada permakluman atas aksi premanisme yang dilakukan remaja. Permakluman ini berlindung dibalik kata “kenakalan remaja”. Kalau sudah remaja yang berbuat kenakalan, semua sepakat berkata: “wajar, masih muda, belum paham mana yang baik dan mana yang buruk”. Akhirnya, senakal apapun remaja, selalu ada segudang maaf untuk mereka.

Ketiga, sistem sanksi yang tak memberi efek jera. UU apapun akan selalu kalah dengan alasan paten: masih di bawah umur. Dan kategori di bawah umur adalah di bawah 17 tahun. Aksi premanisme sengeri apapun, hukumannya hanya pembinaan dan dikembalikan kepada orang tua.

Sistem pendidikan sekuler telah mencetak remaja yang terlambat mendewasa. Usia sudah baligh tapi masih kekanak-kanakan. Coba tanya pada remaja kelas 12 SMA tentang cita-citanya, tak banyak yang bisa memberi jawaban. Kebanyakan menjawab: masih bingung, liat entar deh.

Split kepribadian juga melanda remaja sekuler. Pengen jadi baik, tapi wajib ikut trend masa kini, kalau tak mau dibilang kudet. Akhirnya, keinginan jadi baik terkalahkan dengan gaya hidup yang jauh dari kata baik. Waste time di mall, ngafe, nge-game, hingga nge-seks. Astaghfirullah.

Kehidupan hedonis dan liberal ini telah menghancurkan generasi kita. Merusak akal remaja sekaligus jiwa dan fisik mereka. Atas nama kebebasan, remaja merasa berhak membuat kenakalan. Akibat kenakalan itu, terkadang bisa melukai fisik hingga menghilangkan nyawa. Ngeri.

Jargon “Muda hura-hura, tua kaya raya, mati masuk surga”, menggambarkan sistem hidup sekuler liberal. Sekularisme akut membuat remaja tak punya koneksi akhirat. Tuhan hanya hadir di tempat ibadah. Di luar tempat ibadah, Tuhan pun tenggelam oleh dunia gemerlap. Lupa bahwa ada hubungan antara kehidupan dunia dan akhirat, yaitu pertanggungjawaban. Bahwa apapun yang dilakukan di dunia ini, akan berdampak pada masa depan akhirat.

Lost generation akan melanda jika sistem sekuler liberal masih dipertahankan. Mari beralih pada sistem yang menjamin keberlangsungan generasi. Yang melahirkan generasi cemerlang, bukan remaja biasa. Sistem Islam adalah solusinya.

Akidah Islam adalah pondasi dari sistem pendidikan yang dijalankan oleh sistem Islam. Dengan akidah Islam, yang ditimbang dalam setiap aktivitas adalah keridhoan Allah. Tujuannya adalah membentuk individu yang berkepribadian Islam. Pola pikir dan pola sikapnya selaras, sesuai dengan syariat Allah.

Islam hanya mengenal dua masa bagi manusia yaitu baligh dan pra baligh. Ada konsekuensi dari masa baligh, yaitu terikat dengan hukum syara. Masa pra baligh digunakan untuk latihan agar ketika baligh sudah tidak merasa berat menjalankan aturan Allah Swt. Karena aturan Allah sejatinya adalah bukti cinta Allah pada manusia. Agar manusia terjaga akal, jiwa dan raganya.

Sistem sosial juga berpondasi akidah Islam. Sehingga, tak ada perlombaan menumpuk harta dan bermegah-megahan, karena memang dilarang oleh Allah. Yang ada hanya berlomba-lomba dalam kebaikan. Amar ma’ruf nahiy munkar juga mewarnai interaksi masyarakat. Hingga takkan lagi ada remaja merasa malu jika jadi baik. Justru sebaliknya, ia akan malu bahkan merasa berdosa jika berbuat salah.

Sistem sanksi yang tegas juga diberlakukan dalam sistem Islam. Karena yang namanya manusia, terkadang lupa dengan tujuan hidupnya. Ketika nasehat melalui amar ma’ruf nahiy munkar sudah tak mempan, tentu diperlukan ketegasan hukum. Ada dua kehebatan sistem sanksi dalam Islam, pertama memberikan efek jera sekaligus dapat menggugurkan dosa bagi pelakunya. Kedua, mampu mencegah orang lain melakukan kesalahan yang sama.

Untuk perundungan, Islam sudah memiliki hukum qishah. Berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 45: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya.”

Maka menjadi wajar, ketika sistem Islam diterapkan, remaja bertumbuh menjadi generasi cemerlang. Sejak dini mereka telah memahami hakikat diri sebagai ciptaan Allah. Akan senantiasa selalu mencari keridhoan Allah dengan melaksanakan segala perintahNya dan menghindari segala laranganNya. Wallahu a’lam []

Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
Praktisi Pendidikan

Artikel Terkait

Back to top button