Pesan Penting Sahabat dan Ulama di Akhir Ramadhan

“Jadikanlah Ramadhan sebagai pelatihan untuk menata kembali jiwa. Maka setelahnya, janganlah dirimu kembali pada kebiasaan buruk yang telah engkau tinggalkan.” (Imam Hasan al Bana)
Malam ini adalah malam ke-27 Ramadhan. Meski Rasulullah Saw mengatakan bahwa lailatul qadar ada pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, tapi malam le-27 ada keutamaan. Yaitu pada hadits Rasulullah Saw riwayat dari Ubay bin Ka’ab ra, “Demi Allah, aku benar-benar mengetahuinya (Lailatul Qadar), dan malam tersebut adalah malam yang Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mendirikannya, yaitu malam ke-27.” (HR. Muslim)
Maka jangan sampai malam ini kita lewatkan begitu saja. Isilah dengan banyak shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, sedekah, menulis, berdakwah dan lain-lain. Jangan sampai tiga malam akhir Ramadhan ini diisi dengan kegiatan-kegiatan maksiat atau yang tidak bermanfaat.
Para sahabat dan ulama menunjukkan kesungguhan ibadah di dalam bulan Ramadhan (termasuk akhir Ramadhan). Umar bin Khattab menunjukkan kedisiplinan luar biasa selama Ramadhan. Umar ra yang mengawali kebiasaan tarawih 23 rakaat di masjid. Selain itu, sebagai pemimpin ia sering berkeliling di malam hari untuk memastikan rakyatnya tidak kekurangan. Umar pernah memasak sendiri makanan untuk keluarga miskin yang ditemuinya.
Ali bin Abi Thalib menjalani Ramadhan dengan kesederhanaan. Ia berbuka dengan makanan sederhana seperti roti kering dan air, untuk merasakan perjuangan orang miskin. Ia juga banyak memperbanyak ibadah seperti shalat malam dan membaca Al-Qur’an dengan penuh kekhusyukan. Sayidina Ali pernah berkata, “Puasa hati lebih baik daripada puasa lisan, dan puasa lisan lebih baik daripada puasa perut.”
Imam Syafi’i berpesan dalam bulan Ramadhan, “Barang siapa yang ingin hatinya terbuka dan bersinar, maka hendaklah ia meninggalkan ucapan yang tidak berguna, meninggalkan dosa, dan menjauhi maksiat, serta memperbanyak amalan baik dengan ikhlas untuk Allah.”
Imam Ahmad bin Hambal mengingatkan pentingnya doa di bulan Ramadhan, terutama di sepuluh malam terakhir, “Jika kamu tidak mampu menangis dalam berdoa, maka berusahalah untuk menangis. Karena hati yang keras perlu dilembutkan dengan doa dan istighfar.”
Ulama besar Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Barang siapa yang berdoa di malam Lailatul Qadar dan diterima doanya, maka itu lebih baik baginya daripada seluruh dunia dan isinya.” Ia juga berkata, “Di sepuluh malam terakhir Ramadhan ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Jika engkau tidak mendapatkannya, maka engkau adalah orang yang paling rugi.”
Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa keberhasilan Ramadhan adalah ketika seseorang tetap bertakwa setelah Ramadhan. “Ramadhan adalah pelatihan untuk menjadi lebih baik, maka jangan kembali pada kebiasaan buruk.” Ia juga berkata,”Jangan biarkan Ramadhan pergi tanpa engkau mengambil pelajaran darinya. Sempurnakanlah amalmu dengan ikhlash, karena akhir ibadah adalah awal dari keberkahan yang baru.”
Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Latha’if al-Ma’arif menulis,”Bagi orang-orang yang taat, akhir Ramadhan adalah momen tangisan, bukan perayaan. Mereka menangis karena berpisah dengan bulan penuh rahmat, namun berharap amal mereka diterima Allah.”
Imam Hasan Al-Bashri berkata, ”Puasa Ramadhan adalah pelatihan. Orang yang sukses adalah mereka yang menjaga amalnya setelah Ramadhan berlalu.”
Di sini kita melihat para sahabat dan ulama melewatkan waktu Ramadhan dengan bersungguh-sungguh ibadah kepada Allah. Ramadhan adalah bulan training penyucian jiwa. Dengan latihan sebulan itu, diharapkan setelah Ramadhan kaum Muslimin menjadi ringan untuk shalat sunnah, membaca (tadabbur) Al-Qur’an, berzikir, bersedekah, berdakwah dan melakukan amal shalih yang lainnya.