SUARA PEMBACA

PHK, Trend Baru dalam Negeri

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sedang menjadi trend dalam negeri. Sederet perusahaan dari berbagai sektor mulai dari perusahaan baja, manufaktur, telekomunikasi hingga start-up yang sudah menjadi unicorn harus rela dilanda virus PHK.

Beberapa perusahaan yang menerapkan trend ini antara lain PT Indosat Tbk melakukan PHK terhadap 677 karyawan. Bukalapak perusahaan yang sudah menjadi unicorn juga melakukan PHK ratusan karyawan. Kemudian PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang hingga saat ini, sebanyak 2.683 karyawan kontrak dari sembilan vendor di lingkungan perusahaan tersebut di-PHK dengan alasan restrukturisasi. (antaranews.com)

Selain perusahaan besar, perusahaan di beberapa daerah di negeri ini juga mengikuti trend ini. Sebut saja 2.500 orang di Batam, Kepulauan Riau kehilangan pekerjaan alias di-PHK karena dua pabrik di sana tutup. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan dua pabrik itu ialah PT Foster Electronic Indonesia dan PT Unisem Batam.

Di Surabaya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur telah menerima laporan adanya lebih dari 2.000 pekerja di perusahaan rokok yang akan di-PHK pada tahun depan. Perusahaan tersebut adalah pabrik rokok Sigaret Kretek Tangan yang berlokasi di Kletek, Sidoarjo. Selanjutnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dikabarkan juga melakukan PHK besar-besaran karena produksi kain dari dua pabrik tersebut menumpuk di gudang-gudang lantaran tak ada pesanan. (detiknews.com)

Maka, tak salah jika PHK disebut sebagai trend setahun ini bukan? Meski trend ini sebenarnya adalah pil pahit yang lagi-lagi harus ditelan paksa oleh rakyat. Sayangnya pil pahit bukan sebagai obat, namun sebagai racun yang akan memperberat hidup rakyat pastinya. Sudah beban hidup semakin berat, apalagi mereka harus kehilangan mata pencaharian. Sangat menyedihkan.

Di sisi lain, ada yang sedang sibuk dengan Omnibus Law. Meramu racun lanjutan bagi rakyat terkhusus buruh perusahaan. Di sisi lain, juga ada yang begitu bangga dengan era disrupsi. Sebuah era dimana sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Disrupsi menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologi digital. Sayangnya kebanggaan ini tidak diikuti dengan mekanisme preventif agar rakyat tidak kena wabah PHK. Ah, ini sangat tidak mungkin terfikirkan. Bukannya pemerintah di era kapitalisme memang hanya mengambil peran sebagai regulator saja?

Di sisi lain, beban rakyat yang semakin berat maka berefek rendahnya konsumsi rumah tangga. Tak dipungkiri, rendahnya daya beli masyarakat juga mempengaruhi besarnya angka PHK perusahaan terutama perusahaan tekstil, ritel, dan lain-lain. PHK dilakukan agar perusahaan tidak semakin rugi akibat tidak sebanding antara produksi perusahaan dengan keuntungan dari daya jualnya.

Di sisi lain, kran impor dibuka lebar. Membanjiri negeri. Ekonomi dalam negeri pun melayang-layang nasibnya diterjang banjir impor. Petani dan pengusaha lokal akhirnya gulung tikar. Untuk bertahan, terpaksa mereka ikut-ikutan trend meng-PHK pegawai. Anehnya hal ini seolah tidak menjadi perhatian penguasa jauh-jauh hari. Sekali lagi mustahil. Lha perusahaan asing aja diberikan banyak proyek berikut tenaga tenaga kerjanya nya pun impor.

Yang perlu digarisbawahi, semua ini bukan kesalahan pemerintah. Karena demikianlah kapitalisme memang menempatkan pemerintah sebagai regulator saja. Pemerintah bukan sebagai “periayah” yang memang diangkat untuk berfikir agar memberikan kesejahteraan untuk rakyatnya. Bahkan kapitalisme mendorong agar pemerintah semakin menjalin kemesraan dengan para korporat. Hubungan gelap pemerintah dengan pengusaha dipastikan akan semakin erat setalah digedognya RUU Omnibus Law Cilaka (Cipta Lapangan Kerja). Di sisi lain, rakyat semakin ditelantarkan. Semakin sakit akibat pil pahit yang satu per satu harus mereka telan.

Sangat berbeda dengan Islam, yang menempatkan pemerintah sebagai perisai atau periayah bagi rakyat. Penguasa di dalam Islam berkewajiban memastikan masing-masing individu di dalam masyarakat mendapatkan kebutuhan pokoknya secara layak. Kebutuhan pokok tersebut meliputi kebutuhan individu berupa sandang pangan papan dan kebutuhan kolektif berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Kebutuhan pokok tersebut wajib dipastikan oleh negara bahwa setiap orang mendapatkannya secara layak.

Mekanisme penjaminan terpenuhinya kebutuhan pokok tersebut juga melalui pemastian setiap anggota masyarakat bekerja. Islam memandang teknologi digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia, bukan menggantikan peran manusia. Maka ketika menghadapi era disrupsi, negara memiliki peran sentral untuk menyeimbangkan teknologi dengan sumber daya manusia. Sehingga manusia sebagai makhluk yang sempurna tetap berdaya guna. Tidak akan pernah tergantikan dengan teknologi secanggih apapun. Maka negara berkewajiban penuh untuk memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan untuk masyarakat, terutama untuk laki-laki.

Berkenaan dengan sistem penggajian sesungguhnya hal ini diserahkan kepada kesepakatan pengusaha dan pekerja. Penetapan upah harus dipastikan sejak awal dengan akad yang jelas. Hadis Rasulullah, “Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak tenaga seorang pekerja maka hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya.” (HR. Ad Daruquthni). Hal ini meminimalisir adanya kesalahpahaman selanjutnya. Di sisi lain kebutuhan mendasar kolektif rakyat sudah dijamin oleh negara. Hal ini lah yang akan menjamin kepastian rakyat untuk hidup sejahtera.

Untuk penjaminan kebutuhan kolektif masyarakat maka negara harus mengelola pos kepemilikan umum untuk dikembalikan kepada rakyat. Sebagaimana barang tambang yang tidak terbatas benar-benar harus dikelola untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak boleh sedikitpun dimiliki oleh swasta, terlebih dijual kepada asing. Hal ini pula akan mencegah adanya ketimpangan ekonomi di tengah umat.

Selanjutnya, negara akan memastikan sistem perdagangan yang adil dengan memberikan kesempatan pada semua orang untuk turut serta dalam bisnis. Tanpa monopoli atau kartel, tanpa pajak, dan tanpa intervensi asing. Hal ini akan menumbuhsuburkan bisnis di masyarakat, menekan angka pengangguran, daya beli masyarakat terjaga, akhirnya roda perekonomian pun terus berputar. Seandainya Indonesia mau menoleh sistem Islam maka setiap permasalahan akan tersolusikan. Wallahu A’lam bishawab.

Ifa Mufida
(Pemerhati Sosial Politik)

Artikel Terkait

Back to top button