SUARA PEMBACA

Piara Ayam, Solusi Stunting yang Lucu dari Negeriku

Masalah dalam negara kian beragam, solusi yang ditawarkan pemerintah pun ikut beragam. Coba kita tengok dari segi kesehatan, di mana stunting saat ini menjadi masalah yang cukup serius bagi masyarakat kelas bawah. Apa solusi yang ditawarkan pemerintah untuk mengatasi hal ini?

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengusulkan agar satu keluarga memelihara ayam untuk memenuhi gizi. Solusi yang sekilas cerdas, tetapi bukankah ini berarti melepaskan tanggung jawab?

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengusulkan agar satu keluarga memelihara ayam untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Ia mengatakan pemenuhan gizi anak bisa dilakukan dengan memberi asupan telur dari ayam yang dipelihara tersebut. Menurut Moeldoko, gizi yang diberikan sejak usia dini dapat menekan angka stunting alias gagal tumbuh akibat kurang gizi kronis pada seribu hari pertama. (https://www.cnnindonesia.com, 15/11/2019)

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendukung usulan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko agar setiap keluarga memelihara satu ekor ayam untuk mencegah stunting. Menurutnya, kebutuhan ayam nasional akan terpenuhi jika usulan itu terealisasi.

“Saya kira ini kan pikiran yang bagus. Kalau kita harus punya ayam kurang satu orang satu ekor kan berarti ada 267 juta ayam. Terpenuhi itu,” ujar Syahrul di Kantor PT Charoen Pokhpan Indonesia, Jakarta, Ahad (24/11). (https://www.cnnindonesia.com, 24/11/2019)

Seiring menguatnya desakan banyak pihak agar pemerintah terus menurunkan angka stunting, menteri Moeldoko didukung Mentan akan meluncurkan gerakan nasional piara 1 ayam setiap rumah. Dengan itu diharapakan terselesaikan masalah gizi buruk yang dialami keluarga miskin. Pada akhirnya solusi stunting ini dikembalikan umat. Piara ayam dianggap solusi yang mumpuni. Rakyat diminta untuk memelihara ayam guna mengatasi masalah gizi. Dengan mengandalkan pada gerakan nasional ini, sudah tidak bisa dielakkan lagi bahwa pemerintah makin melepas tanggung jawab terhadap kemaslahatan umat. Jika demikian, seakan-akan mengatakan jika masalah gizi ini adalah masalah keluarga di mana negara tak perlu mengurusi.

Ditinjau dari segi lain, tentu masih hangat diingatan tentang RUU KUHP 2019 pada pasal 278 menyebutkan: Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi atau tanaman milik orang lain. Jika tetangga keberatan atas pasal itu, dan pengadilan bisa membuktikannya, tetangga terlapor bisa dihukum denda maksimal Rp10 juta. Masyarakat dihadapkan pada risiko denda di mana nominalnya cukup mencekik bagi kelas bawah. Meskipun RUU tersebut belum disahkan, akan tetapi terlihat jelas bahwa ide memelihara ayam ini sangat bertentangan dengan aturan yang dibuat sebelumnya. Jika RUU dan gerakan piara ayam ini pada akhirnya disahkan, maka tak lain dan tak bukan rakyatlah yang menjadi korban.

Selain itu, memelihara ayam tidaklah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan tempat untuk membuat kandang dan juga pakan. Lantas, bagaimana nasib masyarakat yang tinggal di perkotaan dan tidak memiliki pekarangan? Boro-boro untuk tempat kandang ayam, bahkan rumahnya pun sudah berhadapan dengan jalan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah risiko dari memelihara ayam.

Pakar penyakit menular di Australia mengatakan, kegiatan memelihara ternak di belakang rumah atau memiliki kandang ternak yang berdekatan dengan rumah bisa membuat bom waktu penyebaran wabah penyakit. Direktur penelitian lembaga studi CSIRO di Australia, Paul De Barro, mengatakan bahwa wabah penyakit yang dibawa ayam, babi atau kambing berisiko tinggi mengancam jiwa manusia. Hewan peliharaan, khususnya di pinggiran kota dan kota, bisa terpapar hewan liar seperti kelelawar. (https://hot.grid.id)

Rasulullah Saw bersabada: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” [Bukhari dan Muslim]

Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mengelola semua urusan rakyat. Hal ini tentu termasuk dalam hal kesehatan. Sepatutnya negara tidak sekadar membuat gerakan nasional yang bertumpu pada keaktifan masyarakat dalam menjalaninya. Negara seharusnya membuat kebijakan menyeluruh untuk menghapus kemiskinan. Salah satu solusi yang bisa ditawarkan adalah dengan memperbaiki pengelolaan terhadap Sumber Daya Alam. Ketika angka kemiskinan ini terhapus, masyarakat tidak perlu lagi kesulitan untuk masalah gizi.

Selain itu, dari segi kesehatan negara harus memaksimalkan pemberian layanan kebutuhan masyarakat secara gratis dan berkualitas. Layanan kesehatan ini tentu tidak bisa dipungkiri bisa memberi pencegahan adanya stunting. Masyarakat juga tidak akan ragu untuk berkonsultasi jika ada masalah pada anggota keluarganya. Dengan teratasinya masalah kemiskinan dan layanan kesehatan, diharapkan angka stunting yang ada saat ini bisa berkurang. Jika demikian, gerakan memelihara ayam ini bukankah tidak diperlukan?

Wallahu a’lam bishshawaab

Nurlaini
(Penulis, Warga Masyarakat)

Artikel Terkait

Back to top button