PKS Tolak Liberalisasi Industri Pertahanan
Mulyanto merujuk beberapa pasal dalam RUU Cipta Kerja dari dokumen final 812 halaman, dan membandingkannya dengan UU eksisting, yang dinilai membuka peluang terjadinya liberalisasi industri di bidang pertahanan.
Dalam UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal diatur ketentuan mengenai bidang atau jenis usaha yang tertutup bagi penanaman modal pada Pasal 12 ayat 2) hurup a, bahwa: Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal meliputi: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang.
Sementara dalam RUU Cipta Kerja, Pasal 12 ayat 2) huruf e diatur ketentuan bahwa: Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal meliputi: e. industri pembuatan senjata kimia.
Selain itu, dalam UU No. 16/2012 tentang Industri Pertahanan, Pasal 52 disebutkan, (1) Kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki oleh negara. (2) Kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan) dan industri bahan baku yang merupakan badan usaha milik negara, paling rendah 51% (lima puluh satu persen) modalnya dimiliki oleh negara.
Sementara dalam RUU Cipta Kerja, Pasal 52 ayat (1) disebutkan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik swasta yang mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan. Sedangkan terkait dengan pasal kepemilikan Negara sebesar minimal 51% dihapus.
Menurut Mulyanto, ketentuan dalam RUU Cipta Kerja terkait dengan industri pertahanan ini sangat longgar dan berpotensi bagi terjadinya liberalisasi industri pertahanan. Dari segi bidang usaha saja sudah terlihat aroma liberalisasi tersebut, karena bidang usaha yang tertutup dalam RUU Cipta Kerja hanya dibatasi pada industri pembuatan senjata kimia. Sementara produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang menjadi terbuka bagi penanaman modal asing.
Belum lagi dari aspek kepemilikan modal. Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki oleh BUMN dan/atau badan usaha milik swasta, berarti termasuk swasta asing. Karena frasanya adalah “dan/atau”, maka ketentuan ini bisa difahami juga sebagai: kepemilikan modal atas industri alat utama adalah BUMN “atau” badan usaha milik swasta. Artinya badah usaha milik swasta atau asing dapat memiliki modal seratus prosen atas industri alat utama ini. Pemahaman ini menjadi semakin kuat, manakala pasal kepemilikan BUMN yang minimal sebesar 51% dihapus dalam RUU Cipta Kerja.
red: farah abdillah