Politik Identitas Bukanlah Kesalahan
Penulis adalah satu di antara orang yang tidak sependapat dengan agenda propaganda politik identity di Malaysia. Ini karena hampir semua gerakan politik identity itu adalah kebohongan semata jika diukur dengan akal sehat.
Lihat saja mereka menyerukan penyatuan Ummah, tetapi mereka meletakkan calon bukan Islam di kawasan mayoritas umat Islam.
Mereka yang berserban berjubah juga ikut bersorak gembira karena berhasil mengalahkan calon umat Islam dengan memenangkan calon bukan Islam di pihak mereka.
Penyatuan ummah yang mereka serukan juga bertentangan dengan logic akal sehat. Ini karena partai orang bukan Islam lebih banyak dalam gabungan mereka daripada partai yang mereka tuduh tidak mewakili umat walaupun mayoritasnya adalah ummat Islam dan bahkan ramai juga ulama di antaranya.
Terakhir agenda penyatuan ummah ternyata bagaikan meludah ke langit. Ini karena mereka akhirnya lebih memperparah perpecahan ummat melalui kerjasama dengan kelompok ummah yang lebih sedikit dengan menolak ummat yang lebih banyak.
Ini berbeda dengan di Indonesia dimana seorang calon umat Islam hampir saja dikalahkan oleh calon bukan Islam di kawasan mayoritas umat Islam.
Dari segi pertimbangan akal sehat juga sangat naif sekali. Ini karena dari faktor kualitas, prestasi, SDM Pendidikan dan sebagainya calon umat Islam itu jauh mengalahkan calon bukan Islam.
Francis Fukuyama yang bukunya “Identity: Contemporary Identity Politics And The Struggle For Recognitions” banyak dirujuk orang berkaitan politik identity tidak menyalahkan politik identitas karena ianya sesuatu yang alami.
Politik identitas juga digunakan di negara maju seperti Gerakan Anglo-Saxon, kulit putih, kempen Brexit di UK begitu juga dengan slogan nasionalisme sempit di Australia, Poland, Hungary, Italy, Jerman, Perancis, Sweden sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Presiden Wadah.
Politik identitas biasanya menguat disaat adanya kezaliman dan ketidakadilan. Sederetan ketidakadilan yang dialami oleh umat Islam juga sangat banyak dan mudah ditemu apabila kita mencarinya melalui Google. Sebut saja kasus KM 50 vs kasus polisi J, bahkan dulu ada seorang duta besar bukan muslim ditugaskan di negara umat Islam yang sangat kental keislamannya.
Lalu kita uji defenisi politik identitas di atas dengan propaganda anti politik identitas yang digoreng oleh sebuah parpol kerdil di Indonesia.