Politik Pemerintah Menjiplak China?
Maka kebijakan pemerintah yang arahnya menjiplak China, mematikan kaum oposan jelas akan mendapat perlawanan rakyat yang mayoritas Islam. Maka sejak awal pendirian negeri ini, dasarnya adalah republik, musyawarah dan demokrasi yang berketuhanan.
Pemerintah perlu mengambil iktibar, ketika Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan menggantinya dengan DPR Gotong Royong yang dasarnya Nasakom, terjadi huru hara dalam negeri kita. Orde lama yang tadinya berdasar demokrasi liberal dan 1959 menjadi demokrasi terpimpin (otoriter), akhirnya justru mengakibatkan kejatuhan Orde Lama sendiri.
Lihatlah demokrasi atau perbedaan pendapat yang menarik di awal pembentukan republik ini. Mulai dari BPUPKI, PPKI hingga Majelis Konstituante yang bersidang 1956-1959 untuk membahas dasar negara. Mereka berdebat dengan leluasa tanpa rasa takut, mencari hal yang terbaik untuk masyarakat dan negara.
Ketika perbedaan pendapat dibungkam, suatu saat akan meletus. Ini terjadi baik di Orde Lama maupun Orde Baru. Perbedaan pendapat di masyarakat, termasuk munculnya protes mural, harusnya ditampung dan dicari jalan terbaiknya. Bukan dibungkam seperti gaya otoriter presiden Xi Jinping.
Budaya masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam lebih dekat ke sistem pemerintahan yang demokratis daripada otoriter. Kata mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir, Indonesia adalah negara demokrasi yang berketuhanan (teistic demokrasi). Indonesia bukan negara otoriter ala komunis.
Maka jangan heran ketika masa Orde Lama yang berangkulan dengan PKI, tokoh-tokoh Islam lebih dekat dengan tokoh-tokoh Amerika daripada tokoh-tokoh Rusia atau China. Karena ‘struktur budaya masyarakat Indonesia’ lebih dekat dengan Amerika daripada China. Amerika masyarakatnya beragam, sedangkan China lebih homogen.
Bila pemerintah bersikeras mengarahkan model politiknya gaya China, DPR harusnya bertindak. Karena hal ini bertentangan dengan sila keempat yang intinya negara harus bermusyawarah dengan segenap komponen rakyat dalam mengambil keputusan. DPR kini kan anggotanya mayoritas pro pemerintah, bagaimana mungkin berani menyampaikan protes atau hak interpelasinya ke presiden?
Nah itulah masalahnya. Maka kini tinggal tokoh-tokoh umat, para aktivis atau media massa yang menjadi andalan masyarakat. Mereka harus berani bersuara. Meskipun nanti dibungkam.
Kita harus terus bersuara, bekerja dan berdoa. Bukan hanya kerja kerja kerja ala jargon komunis. Rocky Gerung, Hersubeno Arief, HRS adalah suara kita. Bila mereka dibungkam atau disakiti, berarti menyakiti kita semua.
Walhasil, dalam puncak kesulitan, insyaallah Allah akan menurunkan pertolongannya. Sebagaimana Allah menolong Rasulullah Saw ketika dalam puncak kesulitan mau dibunuh para dedengkot kaum kafir.
Fainna ma’al usri yusra. Inna ma’al usri yusra. Dalam puncak kesulitan, Allah berikan kemudahan. Dalam puncak kesulitan, Allah berikan jalan keluar. Wallahu azizun hakim.
Nuim Hidayat, Anggota DDII, MIUMI dan MUI Depok.