NUIM HIDAYAT

Pemerintah Berfoya, Peternak Menjerit

Awal Syawal ini, alhamdulillah saya dan keluarga bisa pulang kampung. Saya balik ke Bojonegoro dan Tulungagung. Bojonegoro kampung orang tua saya, sedang Tulungagung kampung istri.

Biasa untuk syawalan kita biasa silaturahmi ke keluarga besar dan para sahabat. Di Bojonegoro keadaan baik-baik saja, karena kebanyakan keluarga pekerjaannya pedagang atau guru. Tidak ada diantara mereka yang menjadi petani atau peternak. Karena memang di desa saya, jarang lagi ada sawah atau kebun.

Beda halnya dengan di kampung istri saya, Tulungagung. Sawah dan kebun terbentang luas di sana. Kebanyakan penduduknya bekerja sebagai petani atau peternak. Sedangkan anak-anak mudanya banyak yang bekerja di luar negeri, menjadi TKI.

Kabar yang tidak sedap, datang dari seorang keluarga yang menjadi peternak ayam. Keluarga ini sudah beternak ayam lebih dari 30 tahun. Penghasilannya pun lumayan. Ia mempunyai ayam petelur lebih dari 500. Bahkan pernah sampai seribu. Tapi kini semuanya ludes. Tidak ada satupun ayam yang dipeliharanya lagi.

Ada apa gerangan? Harga pakan naik tinggi sedangkan harga telur turun drastis. Begitulah keluarganya menceritakan. Kondisi ini menyebabkan ia tidak sanggup lagi beli pakan ayam. Harga telur yang kadang menyentuh 20ribu per kilo dan dibawah itu menyebabkan peternak ayam buntung.

Harga jual telur itu lebih rendah dibandingkan harga acuan yang ditetapkan pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen, harga acuan pembelian telur di tingkat peternak ditetapkan Rp19.000-Rp21.000 per kg

Keluhan ini sebenarnya sudah disampaikan para peternak ayam, sejak tahun kemarin. Tapi pemerintah tampaknya tidak tanggap atau lamban menanganinya. Sehingga banyak peternak ayam di Blitar dan Tulungagung bangkrut. Keluarga saya di Tulungagung kini berganti profesi dengan memelihara ikan.

Menurut Kompas.com, jumlah peternak ayam rakyat dan mandiri di Indonesia terus menurun. Pada 2008-2014, dari jumlah kebutuhan ayam nasional, sebanyak 55-60 persennya bisa dipenuhi peternak ayam rakyat dan mandiri. “Tapi sekarang, paling hanya 30-32 persen,” ujar Wakil Sekjen Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar), Abbi Angkasa Perdana Darmaputra beberapa waktu lalu. Dari jumlah ini, hanya 30 persennya yang dipenuhi peternak ayam rakyat. Dari tahun ke tahun, ada saja peternak yang gulung tikar.

Abbi mengatakan, setidaknya ada beberapa hal yang tidak menguntungkan peternak ayam rakyat. Banyak perusahaan besar, sebagian merupakan PMA, terjun ke budidaya ayam dan menggeser peternak. Akibatnya, data dari Pinsar dan Gabungan Asosiasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (Gopan), 68 persen kebutuhan ayam nasional dipenuhi oleh pengusaha besar yang rata-rata asing ini.

Beginilah nasib peternak ayam di negeri ini. Di tengah-tengah jeritan mereka, pemerintah ‘enak-enakan jalan-jalan’ ke Amerika. Jokowi dan Luhut tidur di hotel mewah di Amerika dan berkeliling-keliling ke sana. Hasil kunjungannya pun sampai saat ini tidak jelas. Entah nasib peternak ayam yang lagi bangkrut di negeri ini ada di benak mereka atau tidak. Wallahu azizun hakim.

Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia Depok.

Artikel Terkait

Back to top button