Polri Akan Razia Masjid dan Surau, KH Muhyiddin Junaidi: Itu Bentuk Terorisme terhadap Umat Islam
Jakarta (SI Online) – Rencana aparat kepolisian yang akan menggandeng TNI untuk mendatangi masjid-masjid hingga surau-surau di pinggiran kota dan di wilayah permukiman penduduk saat PPKM Darurat berlangsung menuai reaksi penolakan.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH Muhyiddin Junaidi, tegas mengatakan kebijakan itu menyalahi Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) mereka. Menurut Kiai Muhyiddin, pendekatan militeristik hanya dilakukan di negara otoriter dan diktator komunisme.
“Itu bentuk terorisme terhadap umat Islam yang harus dihentikan,” ungkap Kiai Muhyiddin dalam keterangan tertulisnya kepada Suara Islam Online, Ahad, 04 Juli 2021.
Sebagai informasi, Asisten Operasional Irjen Pol Imam Sugianto menyebut pihaknya akan mendatangi masjid-masjid hingga surau-surau di pinggiran kota dan di wilayah permukiman penduduk saat PPKM Darurat berlangsung.
“Jadi nanti dengan cara patroli, rekan-rekan kita yang di bawah itu, polisi yang di bawah dengan TNI yang di bawah, mendatangi surau-surau atau masjid-masjid di tingkat kecamatan, di pinggir itu,” kata Imam saat menyampaikan keterangan pers secara daring bersama Kemenko PMK, Jumat (2/7/2021) seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Baca juga:
- PPKM Darurat, Wantim MUI: Rumah Ibadah Jangan Semua Ditutup, Stop Juga Warga Asing
- Ketua MUI: Rumah Ibadah Jangan Ditutup
Kiai Muhyidin Kembali menegaskan, masalah keagamaan bukanlah domain TNI/POLRI. Sebab hal itu adalah wewenang para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Pengerahan aparat dalam menangani masalah keagamaan dengan alasan apapun akan memancing emosi umat yang saat ini masih mengalami krisis multi dimensi.
“Kita harus belajar dari peristiwa Tanjung Priok dimana pemicunya adalah pihak aparat yang masuk ke Masjid dengan alas kaki,” kata mantan Waketum MUI itu.
Menurut Kiai Muhyiddin, seharusnya aparat melakukan pendekatan persuasif dengan melibatkan para tokoh agama dan masyarakat. Apalagi sudah banyak fatwa MUI terkait ibadah di era pandemi yang dapat dijadikan sebagai rujukan utama.
Kiai Muhyiddin, yang juga Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah ini mengungkapkan, di beberapa negara di dunia, para pemimpinnya meminta maaf kepada rakyat mereka atas kematian akibat kelemahan dan ketidakmampuan pemerintah menangani kasus Covid-19. Tindakan seperti itulah yang sepatutnya ditiru dan dilakukan di negeri ini, bukan malah memancing emosi masyarakat.
Menurutnya, permintaan maaf itu adalah sikap gentleman yang sekaligus bisa meraih simpati publik. Harus ada upaya maksimal dalam membangun tanggung jawab bersama dalam memerangi virus berbahaya ini.
“Kita harus membangun budaya kebersamaan dengan pendekatan participative management, merangkul bukan memukul dan menakut nakuti,” tambahnya.
Kiai Muhyiddin menyadari, memang tak mudah mengubah karakter dan mental manusia, apalagi di negara yang cenderung sangat paternalistik dengan slogan leaders can do no wrong (pemimpin tak boleh salah, red).
Red: Farah Abdillah