Prabowo dan Manuver Para Jenderal
Sudah 5 Presiden berlalu pasca Reformasi 1998. Ada banyak fakta-fakta kejadian pelanggaran HAM masa itu yang sudah dibicarakan oleh publik, bahkan 2014 Keputusan Mahkamah Kehormatan Perwira Militer telah beredar luas di publik.
Namun para Jenderal tidak pernah berhenti untuk bermanuver. Untuk membicarakan ulang kertas itu dengan menstempelkan nama Prabowo di atasnya. Para Jenderal yang merupakan “kaki tangan” orde baru, menuduh Prabowo sebagai dalang. Lalu mendramatisir permasalahan itu, seakan-akan Prabowo merupakan penjahat HAM.
Pembicaraan masalah Penculikan 1998 hangat menjelang pemilu dan suram setelah pemilu. Dan yang paling menyedihkan mereka tidak memiliki track record dalam demokrasi, berbicara tentang masalah ini.
Padahal Prabowo tidak pernah bersembunyi dari persoalan HAM itu. Beliau selalu menghadapi persoalan ini dengan terbuka, dilihat oleh mata publik.
Dalam catatan ini, saya ingin mengingatkan kepada publik, bahwa Pelanggaran HAM bukan hanya terjadi ditahun 1998 menjelang reformasi itu. Peristiwa yang terjadi tahun 1984, dimana terjadi pelanggaran HAM di Tanjung Priok melibatkan ABRI dan kemungkinan juga mereka yang merasa dirinya suci dari pelanggaran itu terlibat di dalamnya.
Peristiwa pelanggaran HAM talangsari di Lampung, merupakan potret pelanggaran HAM yang serius. Tapi siapa yang bertanggungjawab?
Tentu mata publik akan tertuju pada para jenderal yang pernah berkuasa pada era itu. Kalau mereka yang pernah menjadi petinggi ABRI di zaman Orde baru yang masih ada sekarang, yang sebagian menjadi saksi sejarah peristiwa-peristiwa tersebut, secara serius ingin menyelesaikannya maka segala tuduhan dan saling menyerang ini akan selesai.
Sebab mereka yang mengungkit peristiwa tersebut seperti Wiranto, Agung Gumelar, mwnjadi bagian dari sejarah kelam itu. Apalagi saat ini mereka merupakan bagian dari pemerintahan yang berkuasa sekarang ini. Sehingga bukan tuduhan saja yang dilontarkan, tetapi keseriusan untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Tetapi kalau hanya melontarkan tuduhan untuk mencari kambing hitam, jelas ini merupakan manuver politik yang kurang berbobot. Bahkan akan menimbulkan anggapan ditengah masyarakat bahwa mereka ikut terlibat dalam pelanggaran HAM tersebut.
Kasus penculikan aktivis yang terjadi pada 1997-1998 tak pernah benar-benar selesai. Sebelum terjadi penculikan besar-besaran yang terjadi pada aktivis hingga menyebabkan beberapa orang hilang itu, Salah seorang aktivis yang ikut diculik pada waktu itu adalah Dedy Hamdun. Dedy hilang saat kampanye pada tahun 1997.
Salah satu misteri terbesar di Indonesia adalah kasus penculikan aktivis yang notabene dihilangkan paksa oleh militer menjelang Reformasi pada tahun 1998. Tercatat ada 23 orang yang dihilangkan paksa oleh negara, 9 orang dilepaskan, 1 ditemukan meninggal dengan luka tembak di kepala dan keberadaan 13 orang lainnya masih menjadi misteri.
Hingga kini tidak ada yang tahu pasti apa alasannya dan siapa yang memberikan perintah, namun yang jelas kejadian penghilangan paksa tersebut terjadi pada pasca pemerintahan alm. Soeharto dan di bawah kepemimpinan Jendral tertinggi ABRI, Wiranto.
Akan tetapi tuduhan terhadap penculikan itu dialamatkan pada Prabowo. Padahal komando ada ditangan Wiranto. Lalu siapa yang bertanggungjawab.?
Pertanyaan itu, membuat kaset lusuh penculikan Aktivis ktu diputar untuk mencari kambing hitam dari persoalan 1998 itu. Padahal kalau pertanyaan itu diteruskan, Maka mata kita akan tertuju pada panglima ABRI saat itu, yang memegang tongkat komando sebagai pengamanan yang tertinggi. Dialah Jenderal Wiranto.
Tapi kaset lusuh itu tetap ingin diputar untuk mencari kambing hitam dari persoalan 1998 itu. Kalau publik bertanya, siapa yang paling bertanggungjawab terhadap persoalan ini?
Maka mata kita akan tertuju pada panglima ABRI saat itu, yang memegang tongkat komando sebagai pengamanan yang tertinggi. Dialah Jenderal Wiranto.
Tim Mawar yang dipimpin oleh anak buah Pak Prabowo bukanlah penculik liar yang menghilangkan para aktivis. 9 orang yang diamankan oleh tim mawar semua selamat dan sekarang sebagian sudah menjadi politisi Partai Gerindra. Bahkan diantara mereka bersyukur, Prabowo mengamankan mereka pada saat itu.
Tapi kenapa kasus ini menjadi misteri?. Kasus ini digunakan oleh jenderal tertentu untuk dijadikan sebagai manuver miring menghantam Prabowo yang notabene pada saat itu adalah menantu Soeharto.
Akan tetapi orang lupa, meskipun sebagai menantu dan suami dari anaknya, Prabowo tetap diterjunkan untuk menghadapi persoalan berat, yang membahayakan nyawanya. Bukti bahwa tidak ada yang spesial dari pak Harto kepada Prabowo.
Seakan-akan semua yang dilakukan oleh Prabowo identik dilakukan oleh Pak Harto. Padahal kebijakan pengamanan dibawah kendali jenderal Wiranto yang sebelumnya sebagai KSAD dan selanjutnya menjadi Pangab pada waktu itu.