OPINI

Presiden Jokowi, Diimpeachment atau Dijatuhkan?

Gegara wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan tiga periode yang dinyatakan oleh tujuh pejabat, padahal jelas-jelas telah menabrak dan mengangkangi konstitusi UUD 1945, maka di medsos telah viral mereka disebut sebagai tujuh penjahat negara.

Terdiri dari dua pejabat menteri, satu pejabat setingkat menteri, satu menteri merangkap Ketua Umum Parpol, satu pejabat Wakil Ketua DPR merangkap Ketua Umum Parpol, satu Ketua Umum Parpol dan satu Sekjen Parpol. Bahkan, oleh tokoh politis senior sekaliber Amien Rais, LBP sudah disebut sebagai musuh nomor satu rakyat Indonesia. Lebih lagi oleh para mahasiswa pendemo, LBP cs ini disebut penjahat dan buronan negara, sebagai pengkhianat demokrasi.

Pertanyaannya sekarang jangankan secara pidana, bagaimana secara etika terlebih dahulu suatu lembaga kabinet yang justru seharusnya menjadi pelayan rakyat alias sebagai pembantu Presiden malah sebaliknya sudah menjadi musuh rakyat?

Apalagi ada satu menteri yang seharusnya memiliki kewenangan luar biasa besar, malah dengan mudahnya di KO oleh mafia minyak goreng. Belum lagi menghadapi mafia migas, LPG dan Listrik dampaknya sudah sangat lama tidak saja semakin memenderitakan rakyat, nyaris pula membangkrutkan BUMN-BUMN-nya.

Terlebih lagi, saat terjadi pandemi Covid-19 pada puncak-puncaknya, dana penanggulangan Bansos terkait pengadaan bahan kebutuhan pokok konsumsi rakyat dikorupsi. Seorang menteri pun dipenjara. Tetapi, untuk kebutuhan infrastruktur prevalensi alat test kesehatan (test swab antigen dan PCR) dan penyediaan obat-obatan farmasi tampak betapa begitu tak terkendali dan dibiarkan liar terjerumus oleh mekanisme pasar yang justru disinyalir juga ada permainan konspirasi internal para menteri lainnya yang hingga kini masih tak terjamah oleh hukum. Sehingga, di satu sisi banyak ratusan ribu korban meninggal karena pandemi, tetapi justru di sisi lain ada banyak orang kaya bertambah termasuk pejabat karena konspirasi ini.

Lain lagi, bagi umat Islam juga ada musuh nomor satu, yaitu Menag Yaqut, yang disebut oleh salah satu tokoh jurnalis senior disinyalir tengah terjangkit dendam kesumat. Terbukti, selama ini setelah sekian banyak kebijakan dan keputusannya selalu saja menyudutkan dan merugikan umat Islam. Terakhir, ntah tak ada angin tak ada hujan, tanpa landasan alasan berpikiran logis dan rasional, apalagi mempertimbangkan alasan landasan moral dan mental, tiba-tiba menutup dan tidak akan akan mengeluarkan lagi izin penyelenggaraan sekolah pengajaran PAUD dan Tahfiz Qur’an. Terlebih, keputusan itu disampaikan saat bulan Ramadhan, sungguh akan sangat melukai perasaan hati umat Islam. Maka, upaya untuk mempersatukan umat dalam konteks kesatuan NKRI pun semakin memperdalam jurang perekatannya.

Pertanyaan berikutnya: jika kinerja para menteri itu sudah sedemikian rupa parahnya mengapa itu bisa terjadi tak terkendali dan terawasi? Apalagi sesuai dan secara tupoksi sudah ditetapkan oleh Presiden ketika para menteri itu dilantik bahwa tidak ada satu pun misi menteri yang ada seluruhnya adalah misi Presiden? Apakah itu berarti sesungguhnya sudah sepengetahuan dan sepertujuan Presiden dan sudah menjadi tanggung jawab Presiden sepenuhnya?

Dan tulisan ini bukan bermaksud nyinyir dan atau mereduksi diskursus, ketika ketiga partai anggota oligarki, yaitu Golkar, PKB dan PAN, yang memulai bermain api, ternyata tak ditegur dan bahkan diberikan sanksi oleh PDIP yang selama ini disinylemen menjadi pemimpin atau lokomotif partai-partai oligarki tersebut. Kecuali, PDIP, Gerindra dan disusul Nasdem hanya menyatakan pernyataan resmi yang secara kelembagaan bertentangan dengan menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan tiga periode. Apakah ini hanya sebagai panggung sandiwara politik lagi? Atau apakah ini benar-benar adanya indikasi mulai pecahnya kerekatan keanggotaan partai-partai oligarki itu? Semuanya apa pun motifnya, kita pun tak tahu.

Kemudian, seketika itu pula bersamaan dengan adanya tsunami demonstrasi mahasiswa berskala besar yang datangnya bertubi-tubi dan dipastikan akan terus berkesinambungan sampai tuntutan para mahasiswa dipenuhi oleh rezim pemerintah berkuasa ini, tiba-tiba seorang Masinton Pasaribu seorang yang dikenal sebagai public figure dan dianggap berpengaruh dari PDIP dengan sangat keras mengecam LBP sebagai biang keroknya dan meminta Jokowi memecatnya tanpa tedeng aling-aling. Yang masih membuat publik bertanya-tanya, adalah apakah pernyataan seorang Masinton Pasaribu hanya sebagai pernyataan pendapat pribadi semata atau juga sudah mewakili pernyataan resmi PDIP secara kelembagaan partainya?

Padahal, sudah ada tanggapan dari yang mendukung LBP bahwa kelompok orang yang menamakan lembaga DPP KNPI akan menggeruduk Masinton dan ancaman mereka ini pun telah disambut oleh Masinton dengan taruhannya akan menyambung nyawa sekalipun. Seolah seorang Masinton hanya akan menghadapinya sendirian, tanpa dukungan kelembagaan PDIP atau underbownya yang secara tradisi dikenal juga sangat keras dan brutal di jalanan sesuai stigma banteng moncong putih yang kuat dan ganas. Lantas, apakah perseteruan itu kemudian dibiarkan dengan penyelesaian ala mafia di jalanan? Di mana para boss nya itu para pejabat tinggi yang justru memegang etika tugas yang diberikan sebagai mandat rakyat selaku pembantu Presiden? Akan disebut apa kemudian kenegaraan Indonesia jika demokrasi dalam tata kelola negara di negeri kita adalah sesungguhnya dikuasai para bromocorah politik yang menjabat jabatan negara?

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button