Prinsip Islam Menghindari Perilaku Boros
Selain itu ada banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang lain yang menjelaskan prinsip-prinsip konsumsi dalam pandangan Islam. Prinsip-prinsip itu antara lain:
- Tauhid (Keesaan). Prinsip ini menjelaskan bahwa tujuan hakiki Islam adalah ridha Allah. Oleh karena itu, pengabdian (‘ibadah) kepada Allah adalah puncak dari usaha manusia dalam kehidupan fana ini dan merupakan tujuan utamanya. Berdasarkan prinsip ini seorang muslim akan memenuhi segala kebutuhan hidupnya berdasarkan tuntunan Al-Qur’an.
- ‘Adil (keadilan). Prinsip ini menjelaskan bahwa Islam memperbolehkan manusia untuk mengambil berbagai karunia kehidupan dunia yang telah Allah berikan. Namun ia harus dapat memanfaatkannya secara adil dan sesuai tuntunan yang Allah berikan.
- Free Will (Kehendak Bebas). Prinsip ini menjelaskan bahwa kebebasan manusia dalam memilih apa yang akan dikonsumsi dibatasi oleh hukum syariat, seperti keharusan memilih barang halal dan baik (tayyib). Ini menuntut tanggung jawab moral sehingga kebebasan individu tidak merugikan pihak lain atau melanggar ketentuan agama.
- Amanah (Bertanggung Jawab). Prinsip ini menjelaskan bahwa manusia dipandang sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab atas penggunaan sumber daya. Pertanggungjawaban ini tidak hanya kepada Allah SWT tetapi juga kepada sesama manusia dan lingkungan. Prinsip ini menuntut konsumsi yang berkelanjutan dan tidak menciptakan limbah atau kerusakan lingkungan.
Prinsip perilaku konsumsi dalam Islam ini membentuk kerangka yang tidak hanya mengatur perilaku individu tetapi juga berdampak pada keseimbangan sosial dan ekologis, seperti mengurangi pemborosan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jamaah salat Jumat yang berbahagia!
Perilaku konsumsi makanan yang berlebihan tidak hanya mencerminkan pemborosan, tetapi juga menghambat masyarakat untuk berinvestasi dalam hal-hal yang lebih penting, termasuk investasi akhirat seperti sedekah dan zakat.
Dalam pandangan Islam, pendapatan tidak sepenuhnya menjadi hak mutlak manusia. Sebagian dari harta yang diperoleh wajib dialokasikan untuk zakat, infak, sedekah, dan amal lainnya sebagai bentuk tanggung jawab kepada Allah SWT.
Konsep ini menegaskan bahwa harta yang dimiliki adalah amanah yang harus digunakan untuk kepentingan dunia dan akhirat. Allah Swt. berfirman dalam Alquran surah Al-Isra’, ayat 26 sampai dengan 29:
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ٢٦ إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًۭا ٢٧ وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ٱبْتِغَآءَ رَحْمَةٍۢ مِّن رَّبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُل لَّهُمْ قَوْلًۭا مَّيْسُورًۭا ٢٨ وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ ٱلْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًۭا مَّحْسُورًا ٢٩
Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (26) Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (27) Jika (tidak mampu membantu sehingga) engkau (terpaksa) berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, ucapkanlah kepada mereka perkataan yang lemah lembut. (28) Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal. (29) (QS. Al-Isra’ [17]: 26-29)
Konsumsi dalam Islam, pada dasarnya, bernilai positif apabila dilakukan dengan benar. Islam mendorong umatnya untuk mengutamakan kepentingan orang lain dalam kebiasaan konsumsi dan melarang perilaku boros atau pemborosan yang tidak perlu.
Larangan tersebut bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan individu dan kontribusi sosial, sekaligus memperkuat sikap tanggung jawab dalam memanfaatkan rezeki yang telah Allah berikan.
Dengan demikian, konsumsi yang bijak tidak hanya memenuhi kebutuhan pribadi tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Allah Swt. berfirman saat menyifati Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih (‘ibadur rahman) dalam surah Al-Furqan, ayat 67:
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya. (QS. Al-Furqān [25]: 67).