SUARA PEMBACA

PSBB Longgar, Rakyat Ambyar

Melalui Menkopolhukam Mahfud MD, pemerintah tengah mempertimbangkan untuk melonggarkan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (Tirto.id/2 Mei 2020). Banyak pihak menilai bahwa kebijakan PSBB ini adalah kebijakan setengah hati. Karena dalam pelaksanaan PSBB, pemerintah tidak benar-benar melakukan penjaminan atas segala kebutuhan rakyat terutama kebutuhan pangan.

Sejatinya masyarakat tidak akan keberatan dengan kebijakan PSBB ini jika seluruh kebutuhannya dijamin oleh pemerintah. Namun ketika PSBB dilaksanakan tanpa jaminan, maka yang timbul adalah ketidakpatuhan. Akibatnya, jumlah pasien Covid-19 cenderung naik. Jadi masyarakat merasakan stres bukan karena harus tinggal di rumah, tetapi karena tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok ketika hanya tinggal di rumah.

Pelaksanaan PSBB ini juga memberi dampak kepada bidang usaha, dari usaha kelas teri sampai kelas kakap. Hal ini tampak ketika banyaknya PHK oleh para pengusaha kepada para pekerja. Hal ini memicu kekhawatiran para pengusaha bakal mengalami kebangkrutan, sehingga mendesak pemerintah untuk melakukan pelonggaran pelaksanaan PSBB.

Sebagaimana kritik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dilontarkan oleh Syahrul Aidi Maazat, menurutnya dia mencurigai rencana pemerintah melonggarkan PSBB hanya demi kepentingan segelintir pebisnis. Pebisnis itu, hampir bangkrut sehingga mendesak pemerintah untuk melonggarkan, kata dia. (TEMPO.CO, 3 Mei 2020)

Pelonggaran PSBB ini membuktikan bahwa pemerintah atau negara berada di bawah kekuasaan para pemilik modal. Sebagaimana pernyataan presiden baru-baru ini yang meminta masyarakat mulai bersahabat dengan Covid-19. Sungguh sebuah bentuk ketidaksetiaan pemimpin terhadap kebijakannya sendiri yaitu PSBB. Alih-alih ingin menganggulangi penyebaran dan menurunkan angka kejadian Covid-19, justru bisa jadi ini meningkatkan angka penyebaran.

Tidaklah mengherankan ketika kebijakan yang setengah hati ditetapkan, lalu berjalan belum sampai pada targetnya untuk menurunkan pandemi kemudian muncul kebijakan baru yang sejatinya tidak bersesuaian bahkan bertentangan. Ini terjadi karena pemerintah dalam negara ini menganut sistem demokrasi kapitalis.

Negara dalam hal ini pemerintah adalah representasi dari para kapitalis. Negara hanya sebagai regulator. Dimana para pemilik kapital itulah sejatinya yang memiliki kuasa atas seluruh kebijakan dan aturan. Para kapital memastikan agar seluruh aturan dan kebijakan yang berlaku adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan mereka untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Sehingga pijakan pemerintah itu bukan pada kepentingan rakyat banyak, namun pijakannya adalah melayani tuannya. Betapa sistem demokrasi kapitalis hari ini membuka mata kita bahwa sesungguhnya sistem itu tidak berperikemanusiaan. Ditambah dengan adanya pandemi ini lebih nampak jelas bahwa sistem kapitalis adalah sistem cacat dan rusak yang tidak mampu mengatasi permasalahan manusia. Alasan ekonomi lebih penting dibanding keselamatan jiwa dan nyawa rakyat.

Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam ketika diterapkan, dimana landasan utamanya adalah keimanan. Jiwa adalah salah satu yang harus dijaga oleh penguasa. Bahkan satu nyawa sangat berharga. Islam adalah agama sekaligus jalan hidup (ideologi) yang di dalamnya terdapat aturan-aturan dan hukum yang rinci sebagai solusi bagi seluruh masalah hidup manusia.

Dalam sejarah peradaban Islam, pernah terjadi suatu wabah/pandemi sebagaimana kondisi sekarang ini. Yaitu ketika di negeri Syam terserang wabah tho’un, maka seketika itu diberlakukan kebijakan karantina/lockdown atas seluruh wilayah Syam. Sehingga rakyat di wilayah wabah tidak boleh keluar, dan rakyat yang berada di luar wilayah wabah tidak boleh masuk. Ditambah penguasa memastikan seluruh kebutuhan dalam wilayah wabah dipenuhi mulai makanan, pelayanan kesehatan dan kebutuhan pokok lainnya selama lockdown.

Hasil dari penerapan lokcdown ini memungkinkan wabah tidak menyebar luas dan orang-orang yang terkena wabah mendapat pelayanan kesehatan yang paripurna dari penguasa. Sekaligus memberi edukasi kepada rakyat yang masih sehat agat tidak tertular. Inilah bentuk penjagaan dan periayahan pemimpin yang menerapkan Islam secara kaffah.

Sedangkan wilayah yang di luar wabah bisa tetap menjalan aktivitasnya seperti biasa, seperti aktivitas ekonomi, ibadah, sosial masyarakat dll. Dengan tetap berjalannya aktivitas ini maka negara tidak mengalami keterpurukan bahkan krisis ekonomi saat ada pandemi. Sehingga tidak akan pertimbangan dari pemimpin untuk mengorbankan keselamatan jiwa atas kepentingan penyelamatan ekonomi.

Maka sudah saatnya kita beralih kepada sistem Islam yang benar-benar mampu menyelesaikan seluruh permasalahan manusia. Karena sistem Islam berasal dari Allah SWT yang Maha Mengetahui dan penciptakan seluruh alam dan kehidupan. Wallahu a’lam bishowab.

Yunnyta Ika Puspitasari, S. KM
(Admin Kajian Online Cermin Wanita Shalihah)

Artikel Terkait

Back to top button