SUARA PEMBACA

Radikalisme Mengancam Generasi?

Kata radikalisme nampaknya sekarang menjadi komoditas laris manis para menteri baru yang sudah dilantik presiden beberapa waktu lalu. Bahkan apa saja yang berhubungan dengan pelaksaaan syariat Islam dikatakan radikal. Sebagaimana pernyataan Menko Pulhukam dalam ILC tanggal 29 Oktober 2019, “Ada anak kelas 5 SD nggak mau bareng dengan temannya yang lawan jenis karena bukan muhrim, masa anak kecil kelas lima sudah diajarkan yang begitu? Ini contoh yang harus dideradikalisasi.”

Emak-emak dan para pendidik kaget dan merasa heran dengan penyataan tersebut. Bagaimana tidak? Faktanya, anak perempuan kelas lima SD sudah banyak yang mengalami haid (menstruasi). Sedang sudah kita pahami bahwa menstruasi menunjukkan bahwa bisa jadi sudah ada pengeluaran sel telur dan sangat mungkin di usia tersebutpun jika dibuahi akan hamil. Maka di usia ini bukan lagi dikatakan anak kecil. Sedikit saja mereka salah pergaulan maka rusaklah mereka.

Masih teringat kasus bocah kelas lima SD dari Tulungagung yang menghamili pacarnya akibat gaya berpacaran yang kebablasan pada setahun lalu (tribunnews.com). Hal ini hanya satu kasus saja, dipastikan masih banyak lagi kasus remaja yang mengiris dada akibat rusaknya pergaulan bebas.

Padahal, Indonesia maju hanya akan terwujud jika ada sumber daya manusia yang unggul. Manusia yang unggul bukan hanya maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, namun patutlah mereka yang memiliki kepribadian yang kokoh sehingga terpancar darinya akhlak yang mulia. Kepribadian yang kokoh bukanlah kepribadian dissosiatif atau kepribadian ganda yang saling bertolak. Satu sisi mereka bisa berbicara tentang ilmu dan teknologi, di sisi lain dia minim dari akhlak yang mulia.

Indonesia maju hanya akan terwujud jika generasi emas bisa kita wujudkan. Untuk mewujudnya generasi emas ini bukanlah perkara yang instan, namun proses yang dilaluinya harus benar. Ketika kita mengaca dan membaca kondisi anak bangsa yang notabennya mereka akan menjadi generasi penerus bangsa ini, nyata saat ini dalam kondisi terpuruk. Kondisi anak bangsa saat ini sedang mengalami degradasi moral yang sangat luar biasa.

Bebarapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan seorang siswa SMK di Manado yang berani membunuh guru agamanya karena jengkel setalah diingatkan untuk tidak merokok. Hal ini bukanlah hal yang pertama seorang siswa membunuh gurunya, ada banyak kasus yang sebelumnya terjadi dan ternyata masih juga berulang kembali.

Yang sedang mewabah, kerusakan moral akibat seks bebas dan LGBT nyata telah mengancam generasi. Bagaimana tidak, remaja saat ini menjadi penyumbang paling tinggi prevalensi HIV/AIDS di negeri ini. Belum lagi banyak kasus susulan dari seks bebas yakni hamil di luar nikah, aborsi, hingga pembuangan bayi. Miris dan cukup membuat orang yang sadar akan kerusakan generasi menangis.

Banyak yang menulis buku tentang pentingnya seks edukasi sejak usia dini yang dilandaskan dari keimanan. Seks edukasi ini adalah pendidikan seks yang “bukan” berasal dari barat sebagaimana seks edukasi yang ada di Indonesia. Program Seks edukasi lahir sejak tahun 1994 dalam The International Conference on Population and Development (ICPD). ICPD telah mewajibkan seluruh negara anggotanya, termasuk negeri yang mayoritas muslim menerapakan program ini ke negerinya. Program yang ditelorkan salah satunya adalah kesehatan reproduksi remaja yang lebih umum di kenal dengan seks edukasi. Sedang seks edukasi yang diturunkan dari program ini faktanya membawa virus kebebasan yang justru menjadikan seks bebas mewabah.

Mengapa demikian? Sebab menurut ICPD masing-masing orang berhak mengatur organ reproduksi mereka sendiri. Maka yang ditelorkan adalah program bagaimana remaja difahamkan bahwa seks bebas itu akan berbahaya menimbulkan infeksi menular seksual jika tidak dengan cara “save sex”. Tapi jika save sex maka mereka dipastikan akan aman. Save seks disini yang dimaksud adalah menggunakan kondom. Maka program ini dipromosikanlah ke sekolah-sekolah. Lalu apa yang terjadi? Setelah hampir 25 tahun program ini dicanangkan nyata remaja saat ini rusak dengan pergaulan yang bebas bahkan ditenggelamkan oleh tsunami seks bebas.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button