Radikalisme Mengancam Generasi?
Melihat fakta tersebut, patutlah jika kita berpikir masih pantaskan kita mengambil program yang merusak ini? Setelah ditelisik secara mendalam pula ternyata dapat kita lihat bahwa ruh yang melahirkan program tersebut adalah ruh sekulerisme. Ketika agama dijauhkan dari kehidupan kita bisa lihat secara gamblang bagaimana kerusakan demi kerusakan terjadi. Terlebih jika yang mengalami hal ini adalah generasi penerus negeri ini, patutkah kita berdiam diri?
Sungguh tidak patut! Maka seks edukasi yang diambil dari ruh keimanan adalah yang diharapkan akan menjadi solusi. Saya yakin bahwa agama apapun yang hidup di negeri ini melarang adanya perilaku seks di luar pernikahan. Apalagi Islam sebagai agama yang sangat menjaga kehormatan umatnya. Dalam Islam, sejak balita anak-anak harus dikenalkan rasa malu jika aurat mereka terlihat. Mereka juga diberi pemahaman identitas dirinya sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Tidak boleh mendidik anak-anak yang bertentangan dengan fitrah kelahiran dan seksualitasnya.
Di dalam Islam, sejak usia tujuh tahun anak-anak harus dipisahkan tempat tidurnya baik dengan saudara sesama jenis ataupun dengan saudara berbeda jenis. Mereka juga sudah diberi pemahaman tentang adanya waktu-waktu tertentu dimana mereka harus meminta izin ketika akan masuk ke ruang pribadi orang tua. Mereka juga diajari tentang menutup aurat dan batasan aurat laki-laki dan perempuan. Mereka dijelaskan pula bahwa di dalam Al-Qur’an ada perintah bagi laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan.
Itu semua adalah ajaran yang ada di dalam Al-Qur’an, kitab umat Islam. Ketika hal-hal yang berkaitan dengan seks edukasi tersebut matang diajarkan dan bisa difahami anak-anak, maka mereka diharapkan akan terhindar dari perbuatan keji dan tercela ketika mereka menginjak usia baligh (remaja). Ketika mereka menginjak usia remaja mereka sudah bisa mengamalkan ajaran tersebut dan bisa mengontrol fitrah seksualitas mereka berdasarkan aturan yang ada di kitab mereka.
Dengan demikian, mereka akan bisa menyelamatkan diri dari tsunami seks bebas yang ada di masyarakat. Maka bagaimana kami bisa berfikir dengan akal sehat ketika Bapak Menko Polhukam justru menganggap ketika ada anak kelas lima SD yang menjaga diri dari teman laki-laki yang bukan muhrimnya dianggap sebagai perbuatan radikal?
Maka, mohon jangan atas nama program deradikalisasi, bapak tega membunuh keberlanjutan generasi negeri ini. Lebih parah lagi ternyata program deradikalisasi justru membidik kepada ajaran islam sampai tataran yang tidak wajar. Benar kiranya kalau bisa jadi ini bukan program deradikalisasi tetapi justru deislamisasi. Kalau dulu radikal dicapkan pada tindakan terorisme tatapi sekarang hingga sampai ajaran Islam yang sangat kecil pun dipermasalahkan.
Ironi, di negeri yang katanya Pancasilais dan memberikan kebebasan setiap warga negara untuk beribadah nyatanya justru membenci umatnya melaksanakan ajaran agama. Bahkan jika melaksanakan ajaran agamanya secara totalitas dikatakan virus yang buruk dan harus diberantas. Lebih tragis lagi, mereka melakukan ini karena membenci ajaran Islam. Dengan kata lain, nampak jelas ancaman ini dikhususkan untuk ajaran islam. Padahal ajaran ini yang diharapkan bisa menyelamatkan generasi dari kerusakan moral.
Semoga Allah SWT segera memberikan hidayah bagi mereka pembenci Islam. Jangan sampai justru azab Allah yang mereka dapatkan. Namun yang pasti, Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam tidak akan bisa dihadang ataupun dipadamkan kebangkitannya oleh siapapun dan sampai kapanpun. Wallahu A’lam bishshawaab.
Ifa Mufida
(Pemerhati Kebijakan Publik)