Rakornas Dewan Da’wah: Natsir Mewariskan Intelektualitas dan Keteladanan
Kamis, 25 Februari 2022, pukul 20.00 Rapat Koordinasi Nasional Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia dibuka. Pembukaan ini menghadirkan antara lain Buya Masoed Abidin, Dr. Adian Husaini dan Mahyeldi. Acara dilakukan di Aula Gubernur Sumatera Barat, Padang.
Dalam sambutannya, Buya Masoed menyatakan bahwa Buya Mohammad Natsir telah memberikan pendidikan dan keteladanan kepadanya. Ia ditugasi Pak Natsir saat itu untuk dakwah ke Mentawai. Ia pun melaksanakan tugas itu dan menekuninya. Hingga lahirlah bukunya ‘Mentawai dalam Pelukan Murtadin’. Ia di sana harus ‘bertarung’ dengan misionaris dalam melakukan pembinaan masyarakat.
Buya Masoed juga menyatakan bahwa Sumatra Barat ini memegang teguh Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah. Buya yang berusia 87 tahun ini, adalah tokoh Islam senior yang dihormati di Sumbar.
Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Dr Adian Husaini dalam sambutannya menyatakan bahwa Pak Natsir meninggalkan warisan yang sangat berharga. Dua di antaranya adalah intelektualitas dan keteladanan.
Sekitar 70 buku yang telah ditulis pak Natsir, mulai dari masalah shalat hingga kenegaraan. Dr. Adian mengaku berulang kali membaca pidato Mohammad Natsir di Majelis Konstituante yang mengkritisi masalah sekulerisme. Menurutnya. sekulerisme ini adalah bahaya. Salah satu prinsip sekulerisme adalah humanity (kemanusiaan). Prinsip kemanusiaan yang tidak didasari agama (Islam) adalah bahaya. “Contohnya yang terjadi di India. Kita harus mengambil sikap dalam masalah ini (pembunuhan terhadap umat Islam dan pelarangan jilbab),” terangnya.
Ustadz Adian yakin bahwa hanya Islam lah yang mempunyai konsep untuk perdamaian dunia.
Ia juga menegaskan bahwa Pak Natsir bukan hanya tokoh nasional tapi juga tokoh internasional. Pemerintah Jepang di zamannya sering meminta nasihat kepada Natsir untuk hubungan dengan Timur Tengah atau dunia Islam. Sehingga ketika Pak Natsir dicekal ke luar negeri oleh pemerintah Orba, pejabat Jepang di sana menyatakan bodoh pemerintah Indonesia.
Tokoh-tokoh pendiri Dewan Dakwah, seperti Mohammad Roem, Sjafrudin Prawiranegara dan Rasjidi adalah tokoh-tokoh nasional yang mempunyai peran besar dalam kemerdekaan Indonesia. Prof Rasjidi (bersama Agus Salim) menteri agama pertama RI berjasa besar dalam melobi Mesir untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Keteladanan yang diberikan Mohammad Natsir juga luar biasa. Kesederhanaan dan kecepatannya dalam mengatasi masalah luar biasa. Seperti mosi integral yang dilakukan Natsir pada tahun 1950. Mosi yang dilakukan Natsir ini menjadi NKRI bersatu kembali setelah terpecah-pecah karena pembentukan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi mengaku bahwa peran Mohammad Natsir juga besar bagi dirinya. Ia yang merupakan juru dakwah sedari muda, sering bertemu atau mengikuti kegiatan yang dilakukan Mohammad Natsir. Ia mengaku gembira dan terhormat Dewan Dakwah melakukan kegiatan Rakornas di Sumbar. “Saya sekarang ini adalah berdakwah di pemerintah,” terangnya dengan wajah gembira.