Rakyat Boleh Mengritik, Yakin Para Buzzer Nggak Melapor?
Jelas, pernyataan presiden kontra narasi dengan fakta yang ada. Berbagai regulasi justru menunjukkan bahwa rezim penguasa antikritik dan represif. Berusaha membungkam suara siapa saja yang kritis. Semata-mata demi melanggengkan kekuasaan tuan penguasa dan oligarki. Alhasil, jangan harap demokrasi yang diagung-agungkan tuan penguasa akan mampu mengapresiasi suara kritis dan kepentingan rakyat.
Tak ayal, rakyat butuh sistem alternatif yang mengapresiasi kritik pedas rakyat. Sebuah sistem yang mampu mengayomi suara-suara kritis dan menegakkan keadilan. Demi tegaknya kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Sistem ini tidak lain adalah Islam, yang tegak di atas akidah Islam yang mulia.
Paradigma Islam memandang bahwa menjadi kewajiban negara melayani dan mengurusi urusan rakyat. Menjunjung tinggi dan menegakkan keadilan. Termasuk dalam aspek mengoreksi penguasa (muhasabah lil hukkam). Oleh karena itu, Islam membuka seluas-luasnya pintu muhasabah kepada penguasa. Sebab memang menjadi hak rakyat untuk mengoreksi/mengritik penguasanya. Mekanisme mengoreksi penguasa ini, tentunya diatur sesuai syarak.
Aktivitas mengoreksi penguasa ini merupakan perkara mulia yang berbuah surga. Apatah lagi jika dilakukan di hadapan penguasa yang zalim. Bahkan Rasulullah Saw menyebutnya sebagai jihad yang paling utama. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, “Dari Abu Said Al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zalim.”
Ajaran Islam juga menuntun umatnya untuk saling menasihati. Tak terkecuali kepada pemimpin dan penguasa. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam, “Agama itu nasihat. Agama itu nasihat. Agama itu nasihat. Mereka bertanya, “Untuk siapakah, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin secara keseluruhan.” (HR. Muslim). []
Jannatu Naflah
Praktisi Pendidikan