Ramadhan dan Budaya Baca

Penerbit-penerbit buku di tanah air mengakali dengan berbagai cara untuk menumbuhkan minat baca di tanah air. Ada yang mengiklankan bukunya lewat medsos, seperti di Instagram, Tiktok dan lain-lain. Ada yang membuat ringkasannya via Youtube dan lain-lain. Maka saat ini pembelian buku lebih banyak via online daripada pembelian langsung ke toko buku.
Permasalahannya memang anak-anak atau remaja saat ini lebih suka nonton daripada baca. Mereka lebih suka nonton Youtube, Instagram, atau medsos lainnya daripada membaca buku. Padahal membaca buku lebih memperkuat daya imajinasi daripada menonton film. Menonton, akal kita dibatasi dengan tontonan itu, sedangkan bila membaca maka kita bisa mengkhayalkan kejadian yang kita baca sesuai dengan pengalaman kita.
Amerika Serikat bisa dikatakana budaya literasinya lebih baik dari Indonesia sekarang ini. Dalam satu tahun, rata-rata warga Amerika berusia 18 tahun ke atas menghabiskan 11–20 buku dalam setahun. Bahkan ada pula, 25 persen warga Amerika menghabiskan lebih dari 21 buku setahun. Budaya membaca buku ini memang sangat tinggi. (Lihat “Kebudayaan Membaca di Amerika Serikat” | by Kiki Mayasari | Medium).
Walhasil, semoga Ramadhan kali ini akan meningkatkan budaya baca kita. Bukan hanya membaca atau menonton di hp, tapi juga membaca buku. Bagaimana mau mengalahkan Barat bila budaya baca kita rendah? Kata ahli hikmah, orang bodoh menjadi ‘budaknya’ orang pintar. Wallahu alimun hakim.
Nuim Hidayat