SUARA PEMBACA

Refleksi Hari Guru: Sudahkah Generasi Bikin Haru?

Sudahkah generasi ini bikin haru? Jangan-jangan, bukan haru tapi sendu. Mengingat banyaknya kasus kriminal dan pembunuhan yang menyeret generasi usia pelajar sebagai pelaku. Tak hanya itu, banyak juga kasus penganiayaan oleh pelajar kepada guru.

Peringatan Hari Guru Nasional diadakan oleh masyarakat Indonesia setiap tanggal 25 November. Hari Guru Nasional atau HGN dianggap mempunyai kaitan erat dengan perjuangan guru-guru di Indonesia pada masa lalu. Sejarah awal HGN dimulai pada 1851, sebagaimana dikutip dari Disnakermobduk Aceh, kala itu dibentuk Sekolah Guru Negeri di Surakarta. Para pembelajar di sana pun diberikan pelajaran untuk bisa menjadi pendidik. Setelah itu, kemunculan organisasi Guru terjadi pada 1943 (masa pendudukan Jepang). Organisasi tersebut menjalankan pelatihan-pelatihan di Jakarta dengan dibimbing langsung pihak Nippon.

Lanjut ke masa pascakemerdekaan, para guru pun mengadakan Kongres Pendidik Bangsa di Sekolah Guru Puteri, Surakarta. Pertemuan para pendidik tersebut diadakan pada 24-25 November 1945. Berkat rapat ini, lahir organisasi bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Tanggal kelahiran organisasi tersebut diabadikan sebagai Hari Guru Nasional. Penetapan HGN ini diresmikan lewat Keputusan Presiden nomor 78 tahun 1994.

Tema Hari Guru 2023 Hari Guru 2023 akan diperingati pada Sabtu (25/10/2023). Peringatannya untuk tahun ini mengusung tema “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Dari tema yang disampaikan lewat Pedoman Peringatan Hari Guru Nasional 2023 tersebut, kita dapat melihat kata “Merdeka” yang berkaitan dengan Kurikulum Merdeka.

Tema ini menjadi pertanyaan mengingat berbagai realita generasi yang sarat berbagai masalah serius. Mulai dari kriminalitas, kesehatan mental bahkan hingga tingginya angka bunuh diri.

Hal ini menunjukkan kurikulum yang saat ini diterapkan tidak tepat dan bermasalah. Dan ini mengaskan sistem kapitalis tidak memiliki sistem membangun generasi yang berkualitas.

Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas yang berasas akidah dalam membentuk syakhsiyyah Islamiyyah. Asas pendidikannya adalah akidah Islam. Akidah menjadi dasar kurikulum (mata ajaran dan metode pengajaran) yang diberlakukan oleh negara. Akidah Islam berkonsekuensi ketaatan kepada syariat Islam. Ini berarti tujuan pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terkait dengan ketaatan pada syariat Islam. Pendidikan tidak berhasil apabila tidak menghasilkan keterikatan pada syariat Islam pada peserta didik, walaupun mungkin peserta didik menguasai ilmu pengetahuan.

Tidak dipungkiri tujuan pendidikan generasi pada era kapitalisme saat ini lebih mengarah kepada generasi siap kerja. Sebaliknya, sistem pendidikan Islam memiliki tujuan menciptakan generasi yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam dan juga menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan seni) yang memadai, yang selalu menyelesaikan masalah kehidupannya sesuai dengan syariat Islam.

Adapun tercapainya tujuan pendidikan tersebut tidak hanya bergantung pada proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Keluarga dan masyarakat juga sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Keluarga berperan dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian Islam dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Masyarakat menguatkan nilai-nilai yang ditanam di keluarga dan sekolah.

Negara mendorong keluarga untuk meningkatkan peran dan kemampuannya dalam mendidik anak serta menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan keluarga yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam mendidik anak. Negara dapat menarik sementara hak pendidikan anak dari seorang ayah atau ibu dan menyerahkannya kepada keluarga atau kerabat lain yang mampu mendidik anaknya, sampai ayah atau ibu tersebut dapat mendidik anaknya.

Negara harus mengawasi media massa dan perilaku individu-individu dalam kehidupan umum. Media massa tidak boleh menyebarkan nilai, pemikiran, atau contoh perilaku yang membahayakan peserta didik.

Demikian pula tindakan-tindakan pelanggaran hukum atau yang tercela; harus ditindak tegas sehingga tidak menyebar di tengah-tengah masyarakat. Tindakan negara ini seiring dengan peran kontrol sosial warga masyarakat sehingga efektif menjaga generasi dari lingkungan yang buruk bagi pendidikannya. Adanya keterpaduan tiga pilar, keluarga masyarakat dan negara akan menjamin keberhasilan membentuk generasi berkualitas. Wallahu a’lam. []

Diana Nofalia, Pemerhati Masalah Anak dan Remaja

Artikel Terkait

Back to top button