NASIONAL

Refly Harun: Minta Presiden Mundur Tidak Apa-apa, yang Tidak Boleh Maksa Mundur

Jakarta (SI Online) – Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan, dalam demokrasi sebenarnya tak ada masalah meminta seorang Presiden mengundurkan diri.

“Meminta presiden mundur itu nggk apa2 dlm demokrasi. Yg nggk boleh, maksa presiden mundur,” tulis Refly di akun Twitternya, @ReflyHZ yang dikutip Selasa, 2 Juni 2020.

Refly mengatakan, kritik itu tergantung orang yang menerimanya. Jika pemimpin ‘baperan’ (bawa perasaan, red), kritikan akan dianggap sebagai penghinaan. Berbeda sebaliknya dengan pemimpin yang jiwanya luas akan menerima kritikan sebagai instropeksi.

Baca juga: Ruslan Buton: Tolak TKA China, Habisi Preman Penyerang Markasnya, Lalu Dihukum dan Dipecat dari TNI

“Kritik itu tergantung yg nerimanya. Kalau baperan, langsung dicap sbg penghinaan bahkan serangan. Kalau luas jiwanya, akan memandang sbg masukan atau bahan introspeksi. Pemimpin2 kita yg seperti apa ya,” kata mantan Staf Khusus Mensesneg Pratikno itu dalam cuitan selanjutnya.

Sebelumnya, mantan perwira pertama TNI AD, Kapten Inf Ruslan Buton ditangkap di di rumah kerabatnya di Desa Wabula I, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Kemudian, ia diterbangkan ke Jakarta.

Nama Ruslan tengah menjadi sorotan publik lantaran surat terbukanya yang meminta Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Surat yang dibuat Ruslan Buton pada 18 Mei 2020 lalu itu viral di media sosial. Dalam video tersebut, Ruslan menilai bahwa tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona ini sulit diterima oleh akal sehat.

Selain itu, Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

“Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” ujar Ruslan.

Selain pasal tentang keonaran, dia juga dijerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu Pasal 14 ayat (1) dan (2). Pun, ada Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun.

red: a.syakira

Artikel Terkait

Back to top button