Refly Harun Ungkap Kasus HRS Tak Terbukti Unsur Pidananya
Jakarta (SI Online) – Pakar Hukum Refly Harun merasa sangat prihatin atas kasus Habib Rizieq Syihab (HRS) yang tetap divonis empat tahun penjara dalam kasus Swab RS Ummi oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
“Sangat memperihatikan bagaimana mungkin dihukum pidana penjara empat tahun untuk kasus ecek-ecek,” ujar Refly dikutip Suara Islam Online, Selasa (31/8/2021) melalui tayangan video di kanal Youtube Refly Harun.
Menurutnya, kasus tersebut tidak terbukti unsur pidananya. Unsur yang dimaksud adalah; pertama menyebarkan, kedua berita bohong, dan ketiga menimbulkan keonaran.
“Pertanyaannya adalah, apakah Habib Rizieq menyebarkan berita itu? saya tidak tahu apakah penyebaran itu dilakukan Habib Rizieq sendiri atau dilakukan oleh orang lain? tapi kalaupun Habib Rizieq (katakanlah) menyebarkan melalui handphonenya atau videonya, (kita bicara penyebarannya), apakah materinya berita bohong atau tidak?” tanya Refly.
Baca juga: Banding Habib Rizieq Ditolak, Kiai Muhyiddin: Terlalu Sarat Muatan Politik Penguasa
Ia mengatakan, bagaimana mungkin ketika orang mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja itu dianggap mengatakan berita bohong.
“Padahal yang bersangkutan misalnya tidak pingsan, tidak terbaring dan lain sebagainya. Sementara apakah dia kena Covid atau tidak, itu belum ada kepastiannya karena test PCR nya juga belum sampai,” jelas Refly.
“Ataupun kalau beliau kena Covid misalnya, apakah tidak bisa mengatakan saya sehat-sehat saja, kan banyak juga orang kena Covid tapi tanpa gejala,” tambahnya.
Baca juga: Habib Rizieq Kasasi, Wakil Ketua MPR Ingatkan MA Hadirkan Keadilan
Kemudian, kata Refly, seandainya dia tidak mengatakan berita sebenarnya, apakah itu menimbulkan keonaran?
“Katakanlah misalnya dia dianggap tidak mengatakan berita sebenarnya, apakah itu termasuk berita bohong yang memunculkan keonaran? apa yang dimaksud keonaran? apakah pro dan kontra di media massa?” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa yang dimaksud keonaran itu harus masuk akal, misalnya kalau demo ada bakar-bakaran, itu baru keonaran.
“Jadi harus ada tiga unsur yang kausalitas, pertanyannya kalaupun tiga unsur itu dianggap “terpenuhi”, kita bicara gradasinya. Gradasinya apakah betul keonaran yang dimaksud itu hanya sekedar pro dan kontra saja sudah dibilang keonaran misalnya,” ujar Refly.
“Apakah mengatakan baik-baik saja itu dianggap berita bohong? apakah benar kalau saya misalnya membuat video lalu saya kirimkan ke seseorang itu dianggap menyebarkan berita bohong? jadi ada hal-hal yang tidak masuk akal menurut saya,” tandasnya.
red: adhila