Rekomendasi Bank Dunia: Ilusi Tuntaskan Kemiskinan Massal
Cara Islam Mengentaskan Kemiskinan Massal
Jika dalam naungan kapitalisme standar kemiskinan dapat diotak-atik melalui angka sesuai pengeluaran dan pendapatan individu. Tidak demikian dengan standar kemiskinan dalam Islam. Paradigma Islam memandang seseorang disebut miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, yakni kebutuhan sandang, papan, pangan, kesehatan dan pendidikan.
Ada pun cara Islam menuntaskan kemiskinan, sebagaimana dikutip dari Buletin Kaffah edisi 049, 27/7/2018 adalah pertama, secara individual, Allah Swt. memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. (QS. al-Baqarah [2]: 233).
Kedua, secara jama’i (kolektif) Allah Swt. memerintahkan kaum Muslimin untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu.” (HR. ath-Thabrani dan al-Bazzar).
Ketiga, Allah Swt. memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya. Termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Negara tidak hanya memerintahkan rakyat untuk bekerja. Tetapi juga membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Negara juga menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan murah dan berkualitas, bahkan gratis. Dan semua itu diberikan kepada seluruh warga negara yang berada dalam naungannya. Tanpa membedakan agama, bangsa, etnik, ras dan sukunya.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, bagaimana dulu sebagai kepala negara, Kanjeng Nabi Saw. menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau ada ahlus-shuffah. Mereka adalah para sahabat tergolong dhuafa. Mereka diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.
Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun “rumah tepung” (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan pemberian insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang. Begitu pula pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma.
Demikianlah secuil kisah kegemilangan sistem Islam dalam mengentaskan kemiskinan. Tentunya akan menjadi obat mujarab, jika sistem Islam diterapkan secara komprehensif dalam institusi negara. Selama sistem kapitalisme bercokol di negeri ini, pengentasan kemiskinan massal hanya ilusi berkepanjangan yang tidak kunjung berakhir. Wallahu’alam bishshawwab.
Jannatu Naflah
Pendidik dan Pemerhati Sosial