SUARA PEMBACA

Rindu Reuni 212 Rindu Perubahan Hakiki

Rindu Reuni 212, itulah yang kaum Muslimin rasakan di penghujung tahun ini. Momen tahunan yang biasa diselenggarakan, tahun ini Allah SWT tak mengizinkan, sebab wabah melanda. Namun, spirit 212 masih ada dalam dada. Rasa persatuan seluruh kaum Muslimin masih ada dalam ingatan. Mengalir dan membuncah menjadi kerinduan yang sama.

Ya, siapa yang tidak merindukan berada di tengah jutaan kaum Muslimin di Reuni 212? Momen luar biasa yang mengguncang jagat raya. Momen luar biasa yang satu-satu dalam sejarah umat manusia. Jutaan kaum Muslimin berkumpul dengan perasaan dan pembelaan yang sama terhadap Allah SWT, Rasul-Nya dan Islam.

Bukan hanya ukhuwah yang begitu indah dikecap. Namun juga berkah dan kenikmatan bagi siapa yang hadir di dalamnya, baik kaum Muslimin maupun non-Muslim. Maka tidak heran bila tidak sedikit non-Muslim yang menghadirinya.

Reuni 212 yang berawal dari kasus pelecehan yang dilakukan Ahok terhadap Surat Al-Maidah 51 ini, bukanlah gerakan insendential saja. Yakni gerakan sekejam yang tidak berbekas begitu Reuni 212 usai. Namun gerakan yang menjadi titik awal kebangkitan umat Islam menuju perubahan yang dirindukan.

Mengingat sistem kapitalisme-demokrasi telah gagal memberikan solusi atas berbagai problematika umat. Sebab tampak nyata kondisi umat kian hari kian susah. Berbagai kebijakan rezim penguasa semakin nyata tidak berpihak kepada rakyat. Sebaliknya rezim ini semakin nyata keberpihakannya kepada para cukong pengusaha.

Menolak lupa bagaimana gagap dan gagalnya tuan penguasa menghadapi wabah. Pandemi corona dibuat ajang bercandaan saat rakyat bertaruh nyawa. Sengkarut pelayanan kesehatan semakin bertambah parah akibat komersialisasi tes corona. Tuan penguasa semakin abai urus rakyat, sebab sibuk mengurus pilkada.

Mirisnya, saat rakyat semakin susah, tuan wakil rakyat malah memanfaatkan wabah dengan mengesahkan si sapu jagat UU Cipta Kerja. UU Ciptaker adalah bukti nyata bahwa kepentingan cukong di atas kepentingan rakyat banyak. Padahal gelombang penolakan rakyat deras menghantam undang-undang ini. Nyata tuan wakil rakyat, sejatinya tuan wakil cukong pengusaha.

Kini, saat lonjakkan kasus corona begitu tinggi, tuan penguasa keukeuh menggelar pilkada di tengah pandemi. Rungu menuli mendengar suara-suara kekhawatiran rakyat. Ajang pesta demokrasi demi meraih kursi kekuasaan lebih penting daripada mempertahankan jutaan nyawa rakyat. Kerumunan pecinta ulama dibawa masalah, sedangkan kerumunan kampanye calon kepala daerah bukan masalah. Sungguh ketidakadilan semakin tampak nyata dipertontonkan saat wabah kian parah.

Tak ayal, arah perubahan umat semakin jauh panggang dari api. Sebaliknya sistem kapitalisme-demokrasi semakin membuat rakyat terbelenggu dalam derita yang tak berkesudahan. Alih-alih menuju perubahan yang diharapkan, kondisi umat semakin tenggelam dalam jurang kehancuran.

Sejatinya arah perubahan hakiki hanya dapat diraih ketika sistem Islam diterapkan. Sistem Islam yang menjadikan tauhid sebagai asasnya, niscaya akan membawa berkah. Sistem Islam akan mengakhiri berbagai penindasan yang telah nyata dilakukan oleh sistem rusak dan merusak ini. Sistem Islam yang berasal dari Allah Swt, Al-Khaliq Al-Mudabbir, niscaya akan menjadi solusi solutif bagi berbagai kezaliman dan problematika yang menjerat umat hari ini.

Inilah sejatinya perubahan hakiki yang harus segera diwujudkan saat ini. Yakni terwujudnya aturan Islam secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan. Tentunya dalam bingkai khilafah. Niscaya akan membawa rahmat bagi seluruh alam.

“Dan tidaklah Kami mengutusmu (wahai Muhammad), melainkan (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS. al- Anbiya’ [21]: 107).

Wallahu’alam bishshawwab.

Jannatu Naflah
Alumni Aksi 212

Artikel Terkait

Back to top button