Saat Khalifah Umar Hadapi Musim Paceklik
Orang Badui itu setiap kali menyuap diikutinya dengan lemak yang terdapat di sisi luar. Umar bin Khatab menatap cara makan Badui itu dengan heran. “Tampaknya, engkau tidak pernah mengenyam lemak?”tanya Umar. “Ya,” jawabnya singkat. “Saya tak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun, juga saya tak melihat ada orang memakannya sejak sekian lama sampai sekarang,” lanjut si Badui, seraya tak henti menyuapkan makanan. Jawaban Arab Badui itu menyentak hati Umar.
Saat itu juga, Amirul Mukminin bersumpah untuk tidak makan daging dan samin. Umar memegang teguh sumpahnya hingga musim paceklik berakhir.
Keputusan itu semakin bernilai, lantaran diambil seorang khalifah yang kekayaannya telah menyaingi Persia dan Romawi pada masa itu. Amirul Mukminin berpendapat tidak mungkin seorang pemimpin dapat memperjuangkan kehidupan rakyatnya kalau dia tidak merasakan apa yang dirasakan rakyat.
Umar yang warna kulitnya putih kemerahan berubah menjadi hitam akibat kemarau panjang. Jika dulu dia terbiasa menyantap susu, samin, dan daging, sejak musim paceklik Umar hanya menyantap minyak zaitun, bahkan sering mengalami kelaparan. “Jika Allah tidak menolong kami dari Tahun Abu ini, kami kira Umar akan mati dalam kesedihan memikirkan nasib Muslimin,” kesan penduduk Madinah.
Melihat situasi rakaytnya, ia menulis surat kepada wakil-wakilnya di Irak dan Syam untuk meminta pertolongan. Kepada Amr bin Ash di Palestina, ia menulis, “Salam sejahtera bagi Anda. Anda melihat kami sudah akan binasa, sedang Anda dan rakyat Anda masih hidup. Kami sangat memerlukan pertolongan, sekali lagi pertolongan.” Tegas, lugas.
Surat serupa juga dikirimkannya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Ubaidah bin Jarrah di Syam, juga kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di Irak.
Kaum Muslim di berbagai wilayah pun bergegas mengulurkan bantuan. Abu Ubaidah paling cepat memenuhi seruan Umar. Empat ribu unta bermuatan penuh bahan pangan segera dikirim. Dari Palestina, Amr bin Ash mengirimkan makanan lewat jalur darat dan laut. Ada tepung dan lemak, bersama seribu unta. Dari Syam, Mu’awiyah juga mengirim tiga ribu unta, sedang Sa’ad mengirim seribu unta bermuatan tepung. Mantel, selimut, dan pakaian turut dikirimkan bersama bahan pangan. Solidaritas terjalin kuat di kalangan Muslimin.
Kebijakan Umar dalam mengelola bantuan telah terorganisasi dengan baik. Sesampainya bantuan di Madinah, Umar menunjuk beberapa orang terpercaya untuk melakukan distribusi. Ia sendiri ikut turun membagikan makanan bagi penduduk Madinah.