Sambut Ramadhan, Kembalikan Fungsi Masjid sebagai Pusat Peradaban
Beberapa saat lagi kaum muslim memasuki hari-hari yang istimewa. Bulan bertabur pahala dan keberkahan, yang dinanti jutaan umat. Seluruh daya dipersiapkan untuk menyambut tamu agung. Termasuk di antaranya menata dan membersihkan bangunannya, serta menyusun agenda untuk meramaikan masjid.
Sebagaimana kita ketahui pada Bulan Ramadhan, masjid menjadi pusat kegiatan ibadah. Sejak pagi kaum muslim mengisinya dengan kuliah subuh, taklim, shalat fardhu berjamaah, tadarus Alquran, tarawih, hingga qiyamul lail. Saat itulah ukhuwah terjalin erat di antara saudara seakidah.
Namun beberapa masjid kampus tampak sepi, seperti Masjid UI Depok. Hal ini dibenarkan oleh alumni dan mantan aktivis dakwah kampus. Mereka menilai ada beberapa hal penyebab yang demikian di antaranya karena transisi dari periode pandemi, serta adanya pembatasan dari kampus sendiri sehingga atmosfer dakwah dan kajian yang biasa menaunginya, kini tak lagi nampak. (Republika.co.id, 15/3/2023)
Jika hal ini dibiarkan, maka masjid akan semakin kehilangan perannya. Apalagi kini masyarakat juga beralih, menjadikan masjid-masjid nan megah dan indah hanya sebagai tujuan wisata belaka. Mereka lupa, bahwa dahulu, masjid memiliki banyak peran dalam peradaban Islam. Sekularisme dengan asas fashludin anil hayah, memisahkan agama dari kehidupan, telah merantas satu demi satu fungsi masjid.
Fungsi Masjid di Masa Kejayaan Islam
Masjid menjadi pusat peribadatan kaum muslim. Dahulu tatkala Rasulullah shollallaahu alaihi wassallam hijrah ke Madinah, yang beliau lakukan pertama kali adalah membangun masjid. Bentuknya yang sederhana berupa halaman luas yang empat sisi temboknya dibangun dari bata merah dan tanah liat.
Sebagian atapnya dari pelepah kurma, sebagian sisanya dibiarkan terbuka. Di waktu malam, hanya ada penerangan untuk shalat isya, yaitu berupa jerami yang dibakar di tengah masjid. Di tempat itulah Rasulullah shollallaahu alaihi wassallam beserta para sahabat beribadah, berkumpul, belajar dan bermusyawarah.
Masjid juga menjadi pusat pendidikan. Dahulu Rasulullah shollallaahu alaihi wassallam duduk dan dikerumuni oleh para sahabat secara melingkar, laksana bintang-bintang mengelilingi mentari. Beliau pun mengajarkan Islam. Dan tatkala berhalangan maka beliau mengutus sahabatnya untuk mewakilinya seperti: Ubadah bin Shamit, Abi Ubadah bin al-Jarrah atau lainnya. Sehingga masjid tak pernah sepi dari kegiatan belajar mengajar.
Masjid Nabawi kala itu juga berfungsi sebagai tempat pendidikan pertama kali untuk mengajarkan qira’atul Qur’an, ilmu Fikih, syariat Islam dan berbagai pengetahuan lainnya, sehingga melahirkan generasi-generasi militan dan polymath, yaitu ulama yang memiliki kemampuan menguasai berbagai disiplin ilmu.
Fungsi masjid lainnya adalah sebagai pusat permusyawarahan bagi Rasulullah shollallaahu alaihi wassallam sebagai kepala negara, ketika mendiskusikan persoalan-persoalan umat. Beliau memutuskan perkara di antara mereka dan menjadikan Abu Bakar ash-Shidiq dan Umar bin al-Khaththab sebagai wakilnya. Kaum muslim senantiasa berkumpul di sekitar beliau dan merujuk setiap persoalan kepada beliau.
Di sana Rasulullah shollallaahu alaihi wassallam pun mengangkat komandan dan ekspedisi ke luar Madinah, mempersiapkan kekuatan negara, serta mengatur strategi untuk menghilangkan rintangan fisik yang akan menghalangi gerak dakwah.