FILANTROPI

Saran MER-C untuk Proses Relokasi Pengungsi Semeru

Lembaga kemanusiaan MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) Indonesia kembali mengirimkan tim untuk membantu pada fase rehabilitasi erupsi Semeru pada 14 Januari 2022 lalu.

Tim terdiri dari tujuh orang relawan, yaitu dr. Yogi Prabowo, SpOT(K), Ir. Faried Thalib, dr. M. Hardian Basuki, SpOT(K), dr. Muhammad Zuhdi, Iis Islamiah, Marissa Noriti, dan Izzati Rozi Zulmi.

Turun dengan tim rekonstruksi berkoordinasi dengan Pemda Lumajang untuk memberikan asupan dalam proses relokasi pengungsi dan meninjau tempat rencana relokasi di desa sumber mujur untuk ikut serta dalam pembangunan faskes di lokasi tersebut.

Keinginan kuat Pemda Lumajang untuk tidak mengulangi kegagalan relokasi pengungsi terlihat dari upaya yang serius dalam perencanaan pembangunan huntara (hunian sementara)/huntap (hunian tetap) lengkap dengan fasilitas umum seperti sarana ibadah, sekolah dan fasilitas kesehatan.

Belajar dari permasalahan relokasi Sinabung, dimana erupsi yang berkelanjutan dan berulang, membuat upaya penanggulangan bencana khususnya medis menjadi kronis. Setidaknya butuh waktu lebih dari 6 hingga 8 tahun sejak dari tahun 2010 upaya relokasi menemukan banyak hambatan, bahkan menimbulkan secondary disaster berupa konflik sosial antara pengungsi dan masyarakat lokal di daerah relokasi.

Sedangkan di Merapi, terkendala mempertahankan mata pencaharian dan budaya lokal yang begitu kuat, menyebabkan para pengungsi kembali ke daerah terdampak. Huntara-huntara yang sudah dibangun ditinggalkan menjadi kurang berguna .

Beberapa hal yang mesti diantisipasi dalam relokasi pengungsi:

  1. Aspek hukum, legal formal status tanah dan pemanfaatan lahan tempat relokasi. Perlu upaya hukum yang serius dalam memperjelas status tanah relokasi
  2. Aspek budaya lokal, psikososial, tanah adat leluhur. Perlu pendekatan sosiokultural yang agresif dalam proses relokasi. Pendekatan tidak hanya kepada pengungsi, namun juga kepada penduduk di sekitar tempat relokasi agar bisa menerima kehadiran pengungsi
  3. Aspek ekonomi, mata pencaharian para pengungsi. Dicarikan lokasi dimana mereka bisa mendapatkan mata pencaharian yang sesuai sebelumnya
  4. Aspek tehnik, geografis, ekologis dan lingkungan. Kestabilan lahan, zona yang aman dari aliran lahar dan awan panas, keterjangkauan lokasi dengan transportasi, proses evakuasi penyelamatan juga menjadi pertimbangan. Tersedianya fasilitas-fasilitas umum seperti rumah ibadah, pasar, sekolah, fasilitas kesehatan.
  5. Aspek kesehatan. Pengungsi adalah kelompok masyarakat mempunyai resiko terabaikannya kesehatan. Selain masalah sanitasi (mandi, air minum, tempat pembuangan dll), kelompok rentan seperti Balita, Bumil dan menyusui, geriatri atau orang tua, serta para penderita penyakit kronis (kanker, gagal ginjal, dll) juga akan terancam timbul morbiditas atau mortalitas. Oleh karena perlu dilakukan identifikasi resiko dan upaya mitigasi kesehatan yang komprehensif.

Oleh karena itu, salah satu konsep relokasi dengan menggunakan konsep seperti transmigrasi yang pernah dilakukan zaman orde baru, dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas.

Salam,
Dr. Yogi Prabowo, SpOT(K)
Presidium MER-C

Artikel Terkait

Back to top button