NASIONAL

Sebut Drama Komedi, Kuasa Hukum Enam Laskar Korban Penembakan Tolak Rekonstruksi

Jakarta (SI Online) – Kuasa hukum enam Laskar Pembela Islam (LPI) yang menjadi korban menempakan aparat kepolisian pada 7 Desember lalu menolak penanganan perkara dan rekontruksi ulang tragedi pembunuhan yang dilakukan pihak kepolisian.

Munarman, kuasa hukum korban penembakan polisi itu, menyebut penanganan kasus pembunuhan enam laskar FPI makin menunjukkan drama komedi yang garing.

“Kami menolak penangangan perkara dan rekontruksi atau reka ulang atas tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap enam syuhada anggota Laskar FPI dilakukan oleh pihak Kepolisian,” ungkap Munarman dalam pernyataan tertulisnya, Selasa, 15 Desember 2020.

Selanjutnya, Munarman meminta Komnas HAM agar menjadi leading sector untuk mengungkap tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap enam syuhada anggota Laskar FPI. Ia beralasan kasus itu merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat.

Menurut Munarman, penanganan perkara yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dengan menggunakan ketentuan Pasal 170 KUHP Jo. Pasal 1 (1) dan (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan atau Pasal 214 KUHP dan atau Pasal 216 KUHP adalah tidak tepat. Sebab dengan ketentuan tersebut enam syuhada anggota laskar FPI diposisikan sebagai pelaku. Padahal sejatinya mereka adalah korban.

Apalagi, lanjut mantan Direktur YLBHI itu, secara hukum acara pidana, dengan mengikuti alur logika pihak kepolisian, maka penanganan perkara yang tersangkanya sudah meninggal tidak bisa lagi dijalankan.

“Janganlah kita bodohi rakyat Indonesia dengan drama komedi yang tidak lucu lagi,” tandasnya.

Munarman juga meminta semua pihak agar menghentikan spiral kekerasan terhadap enam syuhada anggota LPI. Menurut dia, keenam korban tersebut hanyalah para pemuda lugu yang mengabdi kepada gurunya, menjaga keselamatan gurunya dan berkhidmat untuk agama.

“Jadi jangan sampai keenam syuhada tersebut menjadi korban dari spiral kekerasan, yaitu secara berulang ulang dan terus menerus menjadi korban kekerasan, mulai dari kekerasan fisik dgn terbunuhnya mereka, berlanjut dengan kekerasan verbal berupa fitnah yang memposisikan mereka seolah pelaku dan berlanjut lagi dgn kekerasan struktural yaitu berupa berbagai upaya rekayasa terhadap kasus mereka,” kata dia.

Sekretaris Umum FPI itu juga mengecam atas sikap dan ucapan dari Presiden Republik Indonesia yang justru memberikan justifikasi terhadap tindak kekerasan negara terhadap warga negar sendiri.

Menurutnya, hal ini merupakan bukti kekerasan struktural yang paling nyata, yang dilakukan oleh penguasa dan akan melanjutkan tembok impunitas terus berlanjut terhadap aparat negara yang melakukan berbagai pelanggaran HAM terhadap rakyatnya sendiri.

Apalagi saat ini sedang dalam momentum memperingati Hari HAM sedunia. Ia berharap jangan sampai Indonesia dikenal di dunia sebagai bangsa tidak beradab karena menjadikan nyawa rakyat sebagai permainan drama komedi yang tidak lucu.

red: a.syakira

Artikel Terkait

Back to top button