Sekulerisasi di Turki Mengerikan, Banyak Kezaliman Terjadi
Pada 1928, dilarang bahasa dan huruf Arab. “Ulama dijadikan bodoh karena tidak bisa menggunakan bahasa Arab, ulama-ulama menjadi pasif karena tidak bisa masuk ke mana pun,” ujarnya.
Pada 1930, azan mulai dilarang di Turki. Kemudian tahun 1932 sampai 1950 pergi haji dilarang. Pada 1934 masjid Hagia Shopia dijadikan museum.
Pada 1924, dilarang mengajar Al-Qur’an, siapapun yang belajar dan mengajar Al-Qur’an itu dimasukkan ke penjara.
Terkait pelarangan itu, Jamal mengungkapkan kejadian yang memilukan tentang seorang nenek yang mengajarkan cucunya mengaji.
“Di Timur Turki ada seorang nenek mengajar cucunya mengaji, lalu Pusat (Ankara) memberi hukuman mati. Ketika utusan dari pusat datang ke Timur untuk menerapkan hukuman ternyata si nenek sudah wafat, mereka mengeluarkan dari kuburnya lalu memberikan hukuman mati lagi,” ungkapnya.
Jadi Al-Qur’an benar-benar ‘dikubur’, kalau pemerintah melihat ada Al-Qur’an atau buku Islam itu dikenakan hukuman penjara minimal enam bulan, tambah Jamal.
Dalam kurun waktu itu, Jamal mengungkapkan sebuah catatan dimana ada 650 ribu orang yang kebanyakan mereka ulama, intelektual, aktivis Islam itu sudah diberi hukuman mati.
Kemudian, jika ada tiga orang berkumpul bukan kerabat di satu tempat mereka dianggap ancaman sehingga langsung dipenjara.
Disaat menerapkan kebijakan yang zalim tersebut, Turki menjadi negara yang lemah dari segi ekonomi. Kesehatan masyarakat tidak terjamin, banyak yang meninggal karena tidak mampu ke rumah sakit.
“Jadi sekulerisme itu membawa kesulitan, kemiskinan dan kezaliman,” jelas Jamal.