OPINI

Selamat Datang Negeri ‘Asing’

Presiden Jokowi makin memastikan diri menjadi pemimpin yang ramah dengan asing. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2020 yang membuka peluang pihak asing untuk mengelola infrastruktur aset negara dan Barang Milik Negara (BMN) baru saja diteken. Tujuannya, untuk memancing berbagai pihak mendanai penyediaan infrasttuktur di dalam negeri.

Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa badan usaha yang bisa mengelola aset negara adalah badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, dan koperasi. Jokowi menjabarkan aset yang bisa dikelola, antara lain infrastruktur transportasi seperti, pelabuhan, bandara, dan terminal bus. Kemudian, infrastruktur jalan tol, sumber daya air, air minum, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan sampah, telekomunikasi dan informatika, ketenagalistrikan, minyak, dan gas bumi. (cnnindonesia.com, 10/3/2020).

Meski penguasaan itu menyertakan syarat khusus seperti peningkatan efisiensi operasi sesuai standar internasional, memiliki umur manfaat aset paling sedikit 10 tahun, atau audit laporan keuangan kementerian/lembaga, tetap saja peraturan itu angin surga untuk asing. Angin sepoi-sepoi yang berhembus ke Indonesia atas nama investasi dan kerjasama. Namanya sepoi-sepoi pasti melenakan dan menidurkan. Ya, melenakan seakan negeri ini berbangga dengan kehadiran asing. Menidurkan karena secara tak sadar negeri ini kembali terjajah. Bukan penjajahan dengan angkat senjata. Namun penjajahan yang lembut dan tidak kentara. Yakni investasi, kerja sama, dan utang.

Dalam masa periode satu lalu, swasta sudah banyak bermain dalam aset strategis negara. Diantaranya bandara (Komodo Labuan Bajo, Sentani Jayapura, Radin Inten II Lampung, Juwata Tarakan, dan Mutiara SIS Al-Jufri Palu), jalan tol (Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono), dan pelabuhan (Probolinggo, Sintete, Bima, Waingapu, Tanjung Wangi).

Dengan ditekennya Perpres No. 32 Tahun 2020 makin mengukuhkan rezim hari ini telah ‘menjual’ negeri ini begitu murah dan mudah. Bisa dikatakan Indonesia sold out. Rontok sudah kedaulatan negeri ini. Tidakkah penguasa memahami bahwa menyerahkan pengelolaan aset strategis negara sama halnya menggadaikan negeri ini kepada para korporat asing. Inilah watak asli kapitalis neo liberal. Negara hanya pembuat regulasi untuk melanggengkan kepentingan korporasi.

Manfaat apa yang diambil dengan membiarkan asing mengusai aset negara? Yang untung besar tetaplah mereka, para pemilik modal. Rakyat rugi besar. Negara bisa buntung. Sebab, jika fasilitas umum seperti bandara, tol, pelabuhan, transportasi, informatika, kelistrikan, dan sebagainya dikuasai pihak asing, tarifnya tak mungkin gratis. Ada uang, ada fasilitas. Mau menikmati, ya bayar. Mereka juga tak mau rugi. Disinilah negara berlepas diri dari tanggungjawab. Sesuatu yang menjadi fasilitas publik semestinya dikelola sepenuhnya oleh negara. Bukan swasta.

Dalam Islam, kepemilikam dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum adalah seluruh kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikannya untuk masyarakat agar sama-sama memanfaatkan benda/barang. Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum terbagi menjadi tiga macam. Pertama, fasilitas umum, yaitu apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Termasuk didalamnya jalan, sungai, laut, danau, tanah umum, teluk, selat, masjid, sekolah milik negara, rumah sakit negara, lapangan, dan sebagainya.

Kedua, barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Seperti minyak bumi, emas, perak, gas alam, dan lainnya. Ketiga, sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi dimiliki hanya oleh individu seperti air misalnya. Karena ketiganya termasuk dalam kepemilikan umum, maka pengelolaanya diatur oleh negara. Individu dilarang memilikinya. Konsep ini sangat berbeda dengan kapitalisme. Dalam kapitalisme, kebebasan kepemilikan menjadi harga mati. Entah milik individu, umum ataupun negara. Setiap orang bebas memiliki benda apapun selama ia memiliki modal untuk menguasainya. Menyerahkan aset negara yang termasuk dalam kepemilikan umum dinilai sudah ‘on the right track’. Sesuai jalan kapitalisme.

Membiarkan aset negara dikuasai dan dikelola asing adalah bunuh diri politik. Negara tak lagi memegang kendali penuh mengatur segala hal yang menjadi milik rakyat. Dan pada akhirnya, korban kerakusan dan keganasan kebijakan yang kental neoliberal adalah rakyat sendiri. Sudahlah dijajah, tak dapat menikmati kekayaan sendiri dengan mudah dan murah. Selamat datang negeri asing. Indonesia for sale. Betapa perihnya….

Kapitalisme makin nyata rusaknya. Penguasa makin beringas neoliberalnya. Segera selamatkan negeri ini dari penjara kapitalisme. Coba sedikit saja melirik bagaimana cara Islam mengelola negara. Anda pasti tertarik jika serius mengkajinya.

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Artikel Terkait

Back to top button