Selesaikan Ikhtilaf, Begini Tanggung Jawab Ulil Amri dan Ulama
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَاۤبِّ وَالْاَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ كَذٰلِكَۗ اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ
Dan di antara an-naas, dan makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya/jenisnya. Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah al-’ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS: 25: 38)
Dan haruslah memenuhi kriteria dalam QS 42: 37-39 menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan fahisyah memiliki kecerdasan emosional (pemaaf) bersegera memenuhi perintah-perintah Allah, termasuk penegakan shalat (penegakan tiang ad-dien) urusan-urusan diputuskan dengan musyawarah (syura bainahum) menginfakkan rezeki yang mereka peroleh dapat mempertahankan/membela (istanshara) hasil keputusan syura (mufakat) terhadap pembangkangan/penolakan (al-baghy).
Selama sistem dan mekanisme ini tidak terpenuhi, maka niscaya akan ditemukan semakin banyak ikhtilaf, bahkan perbedaan/perselisihan yang menyimpang dari syariat akan menjadi pilihan-pilihan (selera) hukum bagi masyarakat dalam suatu struktur sosio-politik (an-naas).[]
اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Agus Ramadhan Harahap, Alumni Teknik Mesin ITB