Self Fulfilling Prophecy dan Self Eficacy dalam Kisah Uwais Al-Qarni
Konsep diri setiap individu merupakan anugerah secara fitrah diberikan oleh Allah SWT kepada makhluknya, konsep diri itu telah disempurnakan dalam keadaan yang sebaik-baiknya, sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin ayat 4)
Dalam tafsir Al-Azhar ayat ini bermakna “Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia itu atas sebaik-baik pendirian. Yaitu bahwa di antara makhluk Allah di atas muka bumi ini, manusia diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk; bentuk lahir dan batinnya; bentuk tubuh dan nyawanya.” Jika konsep diri merupakan pemberian Allah Swt, maka tentunya ikhtiar manusia adalah mengembangkan, menjaga, dan mengoptimalkan setiap potensi yang ada untuk kemaslahatannya. Melalui konsep diri itulah individu akan menentukan kualitas kepribadiannya baik secara vertikal maupun horizontal, membumi dan melangit. Salah satu teladan dari konsep diri yang terbaik bisa kita cermati dalam diri seorang pemuda yang memiliki anologi keperibadian ‘’pemuda langit yang tinggal di bumi’’, siapakah pemuda itu, ia adalah Uwais Al-Qarni.
Keutamaan Uwais Al-Qarni dimulai dengan sebuah hadis dari Sayyidina ‘Umar bin Al-Khattab, Rasulullah Saw bersabda,
إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
“Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang pria yang bernama Uwais. Ia memiliki seorang ibu dan dulunya berpenyakit kulit (kusta). Perintahkanlah padanya untuk meminta ampun untuk kalian.” (HR. Muslim no. 2542).
Nama lengkapnya adalah Uwais al-Qarni. Dia seorang yatim dan hanya tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan lumpuh di negeri Yaman. Uwais memiliki penyakit kusta di sekujur tubuhnya. Uwais dan ibunya menjalani kehidupan dalam keadaan fakir.
Hadis Rasulullah yang berpesan kepada Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk mencari Uwais. “Carilah ia (Uwais al-Qarni), dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian,” menjadi soalan yang harus dijawab, Siapa sebenarnya Uwais al-Qarni yang begitu istimewa bagi Rasulullah? Sekaligus menjadi dasar ekspektasi dan harapan khalifah Umar dan Ali yang dewasa ini dikenal dengan istilah self-fulfilling prophecy, menurut (Kassin, 2011) Self fulfilling prophecy merupakan proses dimana suatu ekspektasi individu akan membuat orang lain berperilaku dominan sesuai dengan ekspektasinya.
Uwais dan ibunya memeluk Islam setelah mendengar dakwah Nabi Muhammad Saw dari Mekah. Dakwah itu menancap dalam lubuk hati yang penuh dengan ketulusan dan kesadaran, dakwah yang menyejukkan dahaga ditengah perjalanan panjang tanpa arah dalam terik dan tandus jazirah arab, Ia adalah sosok pemuda yang saleh, penuh cinta, tangguh, cerdas dan sangat memuliakan ibundanya dan taat kepada penciptanya. Ketaatan dan pengabdian Uwais kepada seorang ibu terlihat dalam lembut tutur katanya, teduh pandangannya, dan laku kesehariannya yang senantiasa berkhidmat, merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Ibu baginya bukan hanya sekedar wasilah yang mengantarkannya ke dunia untuk merasakan nikmatnya Agama Allah dan Syariat Rasul-Nya, akan tetapi bagi Uwais ibunya adalah kilauan mutiara yang teramat berharga.