Seni Musik dalam Islam, Bolehkah?
“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah Saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu Nabi Saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak) nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Diantara kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi Rasulullah Saw segera bersabda, ”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.”
Hadits Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra: “Pada suatu hari Rasulullah Saw masuk ke tempatku. Ketika itu di sampingku ada dua gadis perempuan budak yang sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari Buats). Kulihat Rasulullah Saw berbaring tapi dengan memalingkan mukanya. Pada sat itulah Abu Bakar masuk dan ia marah kepadaku. Katanya, ”Di tempat/rumah Nabi ada seruling setan?” Mendengar seruan itu Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata, “Biarkanlah keduanya, hai Abu Bakar.”
Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka aku suruh kedua budak perempuan itu keluar. Waktu itu adalah hari raya dimana orang-orang Sudan sedang menari dengan memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya (di dalam masjid).”
Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya, ”Aku pernah mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi saw bersabda, “Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad terdapat lafaz: “Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi sambil berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami pun menghormati kamu. Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang wanita.”
Karena itu, menurut Dr Abdurrahman al Baghdadi: “Bertolak dari dasar hukum inilah maka mendengar atau memainkan alat-alat musik atau menyanyi mubah selama tidak terdapat suatu dalil syar’I yang menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut haram atau makruh. Mengenai menyanyi atau memainkan alat musik dengan atau tanpa nyanyian, tidak terdapat satu pun nash, baik dari Al-Qur’an maupun sunnah Rasul yang mengharamkannya dengan tegas. Memang ada sebagian dari para sahabat, tabiin dan ulama yang mengharamkan sebagian atau seluruhnya karena mengartikannya dari beberapa nash tertentu. Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa hal tersebut makruh, sedangkan yang lain mengatakan hukumnya mubah.
Adapun nash-nash (dalil-dalil) yang dijadikan alasan oleh mereka yang mengharamkan seni suara dan musik bukanlah dalil-dalil yang kuat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, tidak ada satu dalil pun yang berbicara secara tegas dalam hal ini. Dengan demikian tidak ada seorang manusia pun yang wajib diikuti selain dari pada Rasulullah saw. Beliau sendiri tidak mengharamkannya. ..Oleh karena itu Imam Abu Bakar Ibnul Arabi (dalam Ahkamul Qur’an jilid III, hal. 1053-1054) menyatakan: “Tidak terdapat satu dalil pun di dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul yang mengharamkan nyanyian. Bahkan hadits shahih (banyak yang) menunjukkan kebolehan nyanyian itu. Setiap hadits yang diriwayatkan maupun ayat yang dipergunakan untuk menunjukkan keharamannya maka ia adalah bathil dari segi sanad, bathil juga dari segi I’tiqad, baik ia bertolak dari nash maupun dari satu penakwilan.”
Tentang surah Luqman ayat 6 yang dijadikan dalil untuk haramnya nyanyian, menurut pakar fiqh yang bukunya puluhan ini, ayat itu tidak terkait dengan nyanyian. “Tetapi ayat tersebut berkaitan erat dengan sikap orang-orang kafir yang berusaha menjadikan ayat-ayat Allah SWT sebagai sendau gurau,” terangnya.
Sedangkan tentang hadits Imam Bukhari, menurut Dr Abdurrahman : “…maksud hadits Imam Bukhari tersebut jatuh pada segolongan orang-orang dari kaum Muslimin yang berani menghalalkan pengggunaan alat-alat musik di luar batas-batas yang telah digariskan syara’. Misalnya memainkannya di tempat umum (televisi, stadion, atau panggung-panggung pertunjukan terbuka lainnya), bukan di tempat dan acara khusus, seperti pada acara pesta pernikahan, di rumah-rumah. Dengan kata lain, syara’ membolehkan biduanita budak menyanyi untuk pemiliknya dan atau para wanita lainnya dalam acara pernikahan. Boleh saja salah seorang diantara anggota keluarga pengantin ikut bernyanyi, tetapi syara’ tidak membolehkan ada penyanyi wanita bayaran sebagaimana yang umum terjadi sekarang ini.”
Meski demikian tidak boleh wanita yang mengadakan pertunjukan itu membuka auratnya, berkumpul bebas laki-laki dan perempuan, membuat suara-suara yang merangsang dan lain-lain.
Imam Ibnu Hazm menyatakan: “Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun RasulNya tentang haramnya sesuatu yang kita bincangkan di sini (dalam hal ini adalah nyanyian dan menggunakan alat-alat musik), maka telah terbukti bahwa ia adalah halal atau boleh secara mutlak.”
Meski demikian, Dr Abdurrahman membagi nyanyian ke dalam dua jenis. Nyanyian haram dan nyanyian halal. Nyanyian haram, nyanyian yang disertai dengan perbuatan haram atau mungkar, semisal minuman khamr, menampilkan aurat wanita atau nyanyiannya berisi syair yang bertentangan dengan akidah atau melanggar etika kesopanan Islam. Contoh untuk ini adalah syair lagu kerohanian agama selain Islam, lagu asmara, lagu rintihan cinta yang membangkitkan birahi, kotor dan porno. Tak peduli apakah nyanyian itu berbentuk vocal atau diiringi dengan musik, baik yang dinyanyikan laki-laki atau wanita.”
Sedangkan nyanyian halal (baik diikuti alat musik atau tidak –pen), adalah nyanyian yang syairnya membangkitkan semangat perjuangan (jihad), atau nyanyian yang syairnya menunjukkan ketinggian ilmu para ulama dan keistimewaan mereka, atau nyanyin yang yang memuji saudara-saudara maupun sesama teman dengan cara menonjolkan sifat-sifat mulia yang mereka miliki, atau juga nyanyian yang melunakkan hati kaum Musimin terhadap agama atau yang mendorong mereka untuk berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam dan bahaya yang akan menimpa orang yang melanggarnya. Begitu pula macam-macam nyanyian yang membicarakan tentang keindahan alam atau yang membicarakan tentang persoalan ilmu, menunggang kuda dan lain-lain.