Seni Musik dalam Islam, Bolehkah?
Selain itu nyanyian halal tidak boleh diikuti dengan hal-hal yang haram. Tidak diisi dengan kata-kata yang memuji kecantikan wanita, kata-kata yang mengajak pacaran, main cinta/asmara atau disertai dengan mabuk-mabukan, diadakan di tempat-tempat maksiyat atau bercampurnya laki-laki dan perempuan, klub malam, diskotik dan lain-lain.
Meski penulis membolehkan mendengarkan ‘lagu-lagu asmara’ asal tidak mengganggu jiwa dan pikiran pendengarnya (beda antara menyanyikan/membuat dan mendengarkan dalam rekaman), tapi penulis mengharapkan Negara melarang nyanyian-nyanyian seperti itu, yang dapat membahayakan jiwa para remaja. Selain itu Negara harus melakukan beberapa hal:
- Melarang setiap nyanyian, rekaman dan tarian yang mengajak orang untuk minum arak, bergaul bebas, berpacaran, bermain cinta atau bunuh diri karena putus asa.
- Melarang setiap nyanyian dan tarian yang disertai dengan omongan kotor dan cabul yang mengarah kepada perbuatan-perbuatan dosa atau membangkitkan birahi seksual.
- Melarang setiap nyanyian dan tarian yang disertai dengan perbuatan-perbuatan haram, seperti minum khamr, percampuran antara lelaki dan wanita.
- Lagu-lagu dan kaset-kaset Barat dilarang beredar dan para penyanyinya tidak diizinkan melakukan pertunjukan (show) di negeri-negeri Islam.
- Setiap tempat pertunjukan untuk menyanyi dan menari, seperti klub malam, bar dan diskotik harus ditutup dan tidak diberi ijin membukanya oleh pemerintah. Begitu pula halnya dengan panggung-panggung terbuka. Dll.
Dari Arab ke Eropa
Yang menarik penulis juga menyajikan sedikit tentang sejarah musik. Menurut Dr Abdurrahman, khilafah Islam terdahulu tidak pernah melarang rakyatnya mempelajari seni suara dan musik. Mereka dibiarkan mendirikan sekolah-sekolah musik dan membangun pabrik alat-alat musik. Mereka diberikan gairah untuk mengarang buku-buku tentang seni suara, musik dan ‘tari’.
Perhatian ke arah pendidikan musik telah dicurahkan sejak akhir masa Daulah Umawiyah yang kemudian dilanjutkan pada masa kekhilafahan Abbasiyah. Sehingga di berbagai kota banyak berdiri sekolah musik dengan berbagai tingkat pendidikan, mulai dari tingkat menengah sampai ke perguruan tinggi. Pabrik alat-alat musik dibangun di berbagai negeri Islam. Sejarah telah mencatat bahwa pusat pabrik pembuatan alat-alat musik yang sangat terkenal ada di kota Sevilla (Andalusia atau Spanyol).
Catatan tentang kesenian umat Islam begitu banyak disebut orang. Para penemu dan pencipta alat musik Islam juga cukup banyak jumlahnya, yang muncul sejak pertengahan abad kedua hijriah, misalnya Yunus al Khatib yang meninggal tahun 135H. Khalil bin Ahmad (170H), Ibnu an Nadiem al Naushilli (235H), Hunain ibnu Ishak (264H), dan lain-lain.
Bahkan dalam buku “Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan” (Islamic and Arab Contribution to the European Renaissance) karya Komisi Nasional Mesir untuk Unesco (Penerbit Pustaka, 1986), disebutkan tentang berbagai pengaruh peradaban Islam ini ke Eropa. Termasuk bidang seni dan musik.
“Musisi Eropa dikirimkan ke ibukota-ibukota Arab untuk mempelajari ilmu dan seni di lembaga-lembaga dan universitas Arab. Musik menempati tempat utama diantara seni-seni dan ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Karya-karya Al Kindi diterjemahkan, begitu pula karya Tsabit ibn Qurra, Zakaria al Razi, al Farabi, Ikhwan al Shafa, Ibn Sina, Safiuddin al Ma’mun al Aramawi, Ibn Bajjah (Avenpace) dan lain-lain…Mereka membawa pulang ke negerinya seni musik dan alat-alat musik Arab itu, yang menjadi fondasi pertama bagi Renaissance dalam bidang seni di Eropa. Ilmu musik Arab dapat dianggap sebagai obor yang menerangi jalan bagi seni Eropa pada masa itu,”tulis Dr Mahmud Ahmad al Hifni dalam buku itu.
Lebih lanjut ia menyatakan: “Peradaban Arab (Islam –pen) mempesona para pemuda dan kaum intelektual Eropa sedemikian rupa sehingga seorang pendeta dari Kordoba pada abad ke 9 M dilaporkan sebagai telah mengeluh bahwa pemuda-pemuda Kristen lebih tertarik kepada bahasa Arab daripada bahasa Latin, bahasa budaya di Eropa pada masa itu. Selain itu, mereka juga menyanyikan nyanyian-nyanyian Arab dalam perkumpulan-perkumpulan dan pertemuan-pertemuan social mereka.” (hlm. 380).