SUARA PEMBACA

Senjakala Petahana

Tertangkapnya Ketua Umum PPP M Romahurmuzy mengejutkan banyak pihak. Shock teraphy bagi petahana. Angin segar bagi penantang. Partai itu harus merana melihat pemimpinnya dicokok KPK pada Jumat, 15 Maret 2019 di Surabaya, Jawa Timur.

Romahurmuziy (sekarang eks Ketum PPP) digelandang KPK bersama tersangka lainnya, yakni Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin. Tak cukup disitu, KPK bahkan menyegel ruang kerja Menteri Agama dan menyita sejumlah uang.

Jual beli jabatan menjadikan Romi tersandung kasus korupsi. Romi diduga menerima suap dari Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin dalam proses seleksi jabatan di Kemenag. Praktik korupsi sepertinya memang tak pernah mati. Demokrasi memang tak pandang bulu memilih korbannya. Diantara maraknya korupsi terjadi adalah biaya politik mahal dan rentan terjadinya politik transaksional alias balas budi atas kemenangan di pemilu. Selama tahun 2018, sebanyak 103 wakil rakyat terjerat kasus korupsi.

Di satu sisi, kasus Romi bisa menjadi pukulan telak bagi capres petahana. Kasus korupsi yang menjerat tokoh penting di lingkaran Jokowi bisa menggerus elektabilitasnya yang makin kurus. Hal ini diperkuat dengan survei terbaru Litbang Kompas menyebutkan paslon 02 mengalami peningkatan. Sementara paslon 01 justru terjadi penurunan. Hal ini patut diwaspadai oleh kubu petahana. Sebab, sudah banyak tokoh pendukungnya yang dibui sebagai pasien KPK. Sebut saja Setya Novanto dan Idrus Marham, dan saat ini KPK tengah memeriksa Menteri Agama sebagai saksi.

Teringat pidato Romi beberapa waktu lalu, “….Hari ini menjadi pejabat, besok bisa menjadi penjahat..” Benar hal itu terjadi. Pidato itu menjadi buah simalakama untuk dirinya. Siapa sangka, lelaki berkalung sorban itu justru menjadi tersangka. Terlena dengan remah dunia yang tak seberapa. Jabatan dan kekuasaan menggiring pada jalan yang salah. Jabatan adalah amanah. Kekuasaan harusnya menjadi berkah. Keberkahan yang mengundang pahala karena amanah. Namun, juga bisa menjadi malapetaka tatkala mengkhianati mandat. Bila rakyat sudah tidak percaya, apa mau dikata. Kemungkinan terburuknya, petahana bisa kalah gegara sumbangsih korupsi Romi terhadap kredibilitas penguasa.

Kita patut mengapresiasi tindakan KPK. Membongkar virus-virus korupsi tanpa pandang bulu. Namun, membersihkan virus korupsi yang sudah menular seperti ini berat rasanya bila sistemnya ya itu-itu saja. Sanksinya tak memberi efek jera. Budaya politiknya justru menjadi penyubur korupsi. Ketika bergerilya dalam lingkaran demokrasi, tak ada jaminan bersih dan suci. Sekelas kementerian agama tumbuh korupsi disana. Itulah tantangan pemimpin ke depan. Membabat korupsi hingga ke akar. Memberikan solusi yang solutif. Bukan tambal sulam, tapi fundamental. Dan Islam patut menjadi pilihan dan obat bagi sistem yang sudah hampir sekarat ini. Wallahu a’lam.

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Artikel Terkait

Back to top button