SUARA PEMBACA

Sepiring Berdua Berbagi Kue Kuasa

Pemandangan putih mewarnai istana negara. Lalu lalang pejabat negara dan politisi sambangi Jokowi di Istana Negara. Mereka menjadi calon kuat menteri kabinet kerja jilid II. Ada Mahfud MD, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Wishnutama, Tito Karnavian, Erick Thohir hingga pengusaha milenial Nadiem Makarim. Mereka memakai baju putih sebagai simbol kabinet kerja pemerintahan Jokowi. Ada pula beberapa menteri kabinet pertama turut serta mengunjungi Istana negara. Dan hari ini mereka yang terpilih akan dilantik.

Yang paling mengejutkan, mantan kompetitor Jokowi di Pilpres2019, Prabowo Subianto secara terbuka memberi sinyal bahwa ia akan duduk di kursi pemerintahan sebagai menteri pertahanan. Santernya isu gerindra merapat ke pemerintah mulai terdengar sejak rekonsiliasi pasca pilpres 2019. Setelahnya, sajian nasi goreng ala Megawati menambah kuat aroma Gerindra tak akan menjadi oposisi lagi. Mungkin ia sudah lelah menjadi oposisi. Tak kuasa menahan godaan kekuasaan. Tak ayal, keputusan Prabowo mengecewakan para pendukung dan relawannya, terutama dari kalangan emak-emak.

Berbagi Kue Kuasa

Banyak pihak yang merasa kecewa berat tatkala Prabowo lebih memilih ‘sepiring berdua’ bersama Jokowi. Dua kali kalah dalam kompetisi hingga akhirnya ia menyerah atas nama rekonsiliasi. Dari pesaing menjadi kawan main. Dari oposisi malah menduduki kursi. Teringat sang jenderal pernah berkata, “Saya akan timbul dan tenggelam bersama rakyat”. Nampaknya slogan itu akan menjadi kenangan pahit bagi para pendukungnya. Bahkan dalam status akun twitternya, Gerindra mengatakan, “Yang sudah terjadi, biar kita jadikan pelajaran untuk masa yang akan datang. Karena jika terus menerus terjebak di masa lalu, kita tidak akan maju. Selalu terjebak di masa lalu juga tidak akan membuat bangsa ini semakin baik martabatnya,”.

Untuk kesekian kali, rakyat kembali menelan kepahitan. Sosok yang diharapkan membawa perubahan justru tak berdaya menahan godaan kekuasaan. Demokrasi memang pahit. Yang beroposisi bisa masuk koalisi. Yang koalisi bisa saja keluar menjadi oposisi. Politik demokrasi itu dinamis dan lentur. Dinamis karena bisa berubah-ubah sesuai kepentingan. Lentur karena idealismenya tak sekokoh yang dibayangkan. Asas politik demokrasi adalah kepentingan bukan kerakyatan. Lantas bagaimana dengan rakyat? Dalam hal ini rakyat tak dipertimbangkan. Rakyat hanya penting saat kampanye dan pemilihan saja. Setelahnya mereka dilupakan. Aspirasinya tak lagi menjadi bahan pertimbangan. Itulah fakta politik ala demokrasi.

Tak perlu heran dengan hajatan bagi-bagi kue kuasa. Itu sudah menjadi habit mereka. Pemenang pemilu menjadi penentu dalam berbagi kue kuasa. Tidak aneh jika menteri-menteri yang ditunjuk Jokowi adalah orang-orang yang sudah nampak keloyalannya terhadap pemerintah. Gerindra dan PDIP bagai saudara terpisah. Meerajut kembali kemesraan di 2009 lalu bukanlah hal yang sulit dilakukan bagi keduanya. Oleh karenanya, perubahan hakiki tidak akan terwujud bila masih dengan sistem dan pola yang sama.

Islam, Politik tanpa PHP

Islam tak sekadar agama ritual yang hanya mengatur aspek ibadah mahdhoh. Islam juga mengatur aspek politik, sosial, ekonomi, pergaulan, dan sebagainya. Politik dalam Islam bukan berbagi kue kekuasaan. Politik Islam adalah riayah suunil ummat. Yakni mengurusi urusan umat mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Hal ini tentu berbeda dengan fakta politik demokrasi yang hanya berkutat seputar kekuasaan dan kepentingan.

Dalam Islam, berpolitik bukan untuk mengemis jabatan kepada penguasa. Berpolitik dalam Islam bertujuan untuk mencerdaskan umat dengan pandangan Islam. Mewujudkan kepekaan umat terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut hajat hidup masyarakat. Oleh karenanya, Umat wajib melek politik. Ketika umat buta politik, mereka akan mudah terperdaya dengan kepentingan dan oligarki kekuasaan.

Pilpres 2019 harusnya dijadikan pelajaran berharga. Bahwa suara rakyat hanya dimanfaatkan partai untuk meraih kepentingan mereka sendiri. Dalam demokrasi, tidak ada keabadian. Semua berpijak pada kepentingan. Transaksi-transaksi politik akan senantiasa menjadi pemandangan dalam demokrasi. Demokrasi sejatinya tidak murni berjuang untuk rakyat. Lebih tepatnya mereka berjuang hanya untuk kepentingannya sendiri.

Jadikanlah Islam sebagai jalan perjuangan hakiki. Umat semestinya memiliki agenda sendiri. Yakni memperjuangan kehidupan Islam tanpa embel-embel kepentingan. Berjuang hanya untuk menegakkan hukum Allah. Berpolitik adalah salah satu wujud dakwah amar makruf nahi mungkar. Dengan berpolitik, umat mengoreksi kebijakan zalim penguasa. Meluruskan kesalahan penguasa dan menyampaikan solusi Islam atas berbagai persoalan. Apa yang disampaikan Tokoh Kenamaan Turki, Necmettin Erbakan, sekiranya patut direnungkan, “Siyaseti önemsemeyen Müslümanları, Müslümanları önemsemeyen siyasetçiler yönetir.” Kurang lebih artinya seperti ini: Muslim yang tidak peduli dengan politik, maka akan dipimpin politisi yang tak peduli pada Islam. Islam politik itu anti PHP. No tipu-tipu. Apalagi berselingkuh. Wallahu a’lam.

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Artikel Terkait

Back to top button