OPINI

Sertifikasi Dai Berwawasan Kebangsaan, Perkuat Moderasi Beragama?

Belum kelar kontroversi tes wawasan kebangsaan ala KPK, muncul tes wawasan kebangsaan ala Kemenag. Sebagaimana dikabarkan okezone.com, 1/6/2021, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR menyebut, pihaknya akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dai. Sertifikasi ini bertujuan untuk menguatkan moderasi beragama, yang menjadi bagian dari arah kebijakan-strategi pemerintah.

Menurut Menag, agenda ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dai untuk menjawab dan menanggapi berbagai isu aktual. Sementara strategi/metode dakwah memfokuskan pada wawasan kebangsaan, atau sejalan dengan slogan hubbul wathon minal iman.

Ketua Umum Ikatan Dai Seluruh Indonesia (Ikadi) KH. Ahmad Satori pun berkomentar menanggapi wacana Menag ini. Ia mengingatkan jangan sampai ada tujuan syahwat-syahwat dari golongan tertentu di balik sertifikasi dai berwawasan kebangsaan ini. Semestinya sertifikasi ini bertujuan hanya karena Allah SWT., serta untuk menguatkan persatuan dan meningkatkan kompetensi dai. (republika.co.id, 7/6/2021).

Sertifikasi dai berwawasan kebangsaan sejatinya adalah program lama dengan kemasan baru. Mengingat upaya sertifikasi dai sering kali digaungkan oleh Kementerian Agama sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan program ini pernah memicu kontroversi pada masa Menag Fachrul Razi. Kini, program ini kembali digaungkan dengan dalih penguatan moderasi beragama. Jelas, ini patut ditelaah dan dikritisi, benarkah program ini sejalan dengan kepentingan umat?

Jika kita telaah, tujuan moderasi beragama adalah menampilkan Islam yang ramah, toleran, dan tidak kaku. Lawan dari narasi moderasi ini adalah Islam yang tidak ramah, intoleran, dan provokatif. Kontra moderasi inilah yang dikenal dengan radikalisasi agama yang kerap dinarasikan sebagai Islam radikal.

Kriteria moderasi beragama ini, sejalan dengan agenda RAND Corporation dalam laporannya yang berjudul Building Moderate Muslim Network pada tahun 2007. Menurut dokumen setebal 217 halaman tersebut, Islam moderat adalah 1) Islam yang mendukung demokrasi; 2) mendukung HAM, termasuk dalam kesetaraan gender dan kebebasan beragama; 3) menghargai keberagaman; 4) menerima sumber hukum nonsektarian; dan 5) menentang terorisme.

Dengan demikian, program sertifikasi dai berwawasan kebangsaan ini patut diduga sebagai upaya agar dai lebih moderat dan tidak kaku, yakni berdakwah dengan pendekatan kultural dan budaya setempat.

Program ini sejatinya, secara tidak langsung, bukanlah upaya meningkatkan kompetensi dan kualitas dakwah sebagaimana klaim pemerintah. Sebaliknya, program ini patut diduga merupakan pengejawantahan dari agenda global yang dirancang untuk memusuhi dan menghalangi gelombang dakwah Islam politis; yakni dakwah yang mengajak umat kembali pada aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan; dan menegakkan amar makruf nahi mungkar kepada seluruh umat manusia, termasuk kepada para penguasa.

Umat pun patut waspada, sebab boleh jadi program ini merupakan upaya untuk mengarahkan para dai, agar berdakwah sesuai kepentingan tuan penguasa. Program ini juga berpotensi membungkam sikap kritis para dai yang istikamah mengoreksi penguasa; termasuk istikamah dalam membongkar setiap agenda dan makar jahat yang dilakukan penguasa dan kapitalis global, yang membelenggu umat. Tak ayal lagi, sertifikasi dai demi penguatan moderasi beragama, justru tak sejalan dengan kemaslahatan umat.

Sesungguhnya dakwah merupakan amanah langit yang diemban oleh hamba yang beriman. Jelas, dakwah amar makruf nahi mungkar tidak membutuhkan sertifikasi dari tuan penguasa. Sebab dakwah ini, sejatinya membutuhkan konsistensi dan wujud nyata dalam menyiarkan dan menegakkan syariat-Nya.

Kewajiban menyampaikan kebenaran ini, dengan tegas diserukan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran [3]: 104).

Kewajiban ini juga disampaikan oleh Rasulullah Saw. sebagaimana sabdanya, “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button